Tak Lampirkan Surat Tugas, Jaksa Keberatan Eks Pengacara Setya Novanto jadi Ahli Ricky Rizal
JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) keberatan dengan kehadiran mantan pengacara Setya Novanto Firman Wijaya sebagai saksi meringankan untuk terdakwa Ricky Rizal di persidangan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Sebab, Firman Wijaya tak bisa melampirkan surat tugas dari kampus secara fisik. Firman Wijaya merupakan ahli hukun pidana yang mengajar di Universitas Tarumanegara.
"Seyogyanya yang kami pahami setiap ahli yang kita hadirkan atau saksi meringankan yang dihadirkan, apalagi bapak seorang ahli, dosen, dan bahkan dekan di salah satu universitas, tentunya dalam memberikan keterangan harus disertai dengan surat tugas. Sehingga, dengan demikian kami keberatan jika beliau memberikan keterangan sebagai ahli a de charge tanpa disertai dengan surat tugas dari pihak universitas," ujar jaksa dalam persidang di Pengadilan Ngeri Jakarta Selatan, Rabu, 4 Januari.
Lantas, Firman meminta maaf kepada majelis hakim dan jaksa. Ia menyebut tak ada surat tugas karena kampus baru beroperasi kembali pada 5 Januari. Namun, ia menyatakan memiliki surat penugasan pada ponselnya. Artinya, memang belum dicetak
"Pertama saya minta maaf. Saya sebenarnya baru ditunjuk dalam waktu dekat dan memang kampus baru buka tanggal 5 Januari, jadi administrasi memang belum, tapi suratnya sudah ada (di ponsel)," sebut Firman.
Akan tetapi, jaksa tetap menyatakan keberatannya. Surat tugas yang dimiliki Firman tidak menunjukkan identitas terdakwa yang bakal dibelanya.
"Kami tetap menolak terhadap kehadiran beliau," ujar jaksa.
Menanggapi hal itu, majelis hakim menekankan bahwa Firman dihadirkan dari kubu Ricky Rizal. Sehingga, hal itu sudah menegaskan bahwa Firman memberikan keterangan untuk terdakwa Ricky Rizal.
"Memang tidak disebutkan untuk terdakwa siapa, tapi yang menghadirkan tim penasihat hukum terdakwa, jadi kami menganggap untuk menerima," kata hakim.
Dalam kasus ini, Ricky Rizal didakwa turut serta terlibat dalam rangkaian dugaan pembunuhan Brigadir J. Ia disebut tak mencegah dan melaporkan terjadinya tindak pidana.
Kemudian, di kasus ini ada empat terdakwa lainnya yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Bharada Richard Eliezer. Merujuk dakwaan, Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J di rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli.
Baca juga:
Di perkara ini, mereka didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.