Kim Jong-un Sebut Korea Selatan Sebagai Musuh, Presiden Yoon Ungkap Rencana Latihan Nuklir Bersama Amerika Serikat

JAKARTA - Korea Selatan dan Amerika Serikat sedang mendiskusikan kemungkinan latihan bersama menggunakan aset nuklir Washington, kata Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol, setelah pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menyebut Korea Selatan sebagai "musuh yang tidak diragukan" dalam ketegangan lintas batas kedua negara.

Komentar Presiden Yoon muncul beberapa hari setelah dia menyerukan "persiapan perang" dengan kemampuan "luar biasa", menyusul rekor peluncuran uji coba rudal Pyongyang sepanjang tahun lalu, serta intrusi drone negara itu ke Seoul pekan lalu.

"Senjata nuklir itu milik Amerika Serikat, tetapi perencanaan, pembagian informasi, latihan, dan pelatihan harus dilakukan bersama oleh Korea Selatan dan Amerika Serikat," kata Presiden Yoon dalam wawancara dengan surat kabar Chosun Ilbo yang diterbitkan pada Senin, melansir Reuters 2 Desember.

Presiden Yoon mengatakan, perencanaan dan latihan bersama akan ditujukan untuk implementasi yang lebih efektif dari "pencegahan yang diperluas" AS, dengan Washington juga "cukup positif" tentang gagasan tersebut.

Istilah "pencegahan yang diperluas" berarti kemampuan militer AS, khususnya kekuatan nuklirnya, untuk mencegah serangan terhadap sekutu AS.

Sementara, seorang juru bicara Pentagon mengatakan: "Kami tidak mengumumkan apa-apa hari ini," ketika ditanya tentang komentar Presiden Yoon, menambahkan bahwa aliansi tetap "kokoh."

Pernyataan Presiden Yoon juga datang sehari setelah media pemerintah Korea Utara melaporkan, Pemimpin Kim menyerukan untuk mengembangkan rudal balistik antarbenua (ICBM) baru dan "peningkatan eksponensial" persenjataan nuklir negara itu.

Pada pertemuan Partai Buruh yang berkuasa pekan lalu, Pemimpin Kim mengatakan Korea Selatan telah menjadi "musuh yang tidak diragukan lagi", meluncurkan tujuan militer baru, mengisyaratkan satu tahun lagi uji coba dan ketegangan senjata intensif.

Hubungan antar-Korea telah lama diuji, tetapi semakin tegang sejak Presiden Yoon menjabat pada Bulan Mei dan menjanjikan garis yang lebih keras terhadap Pyongyang.

Pada Hari Minggu, Korea Utara menembakkan rudal balistik jarak pendek di lepas pantai timurnya, dalam uji senjata larut malam yang jarang dilakukan pada Hari Tahun Baru, menyusul tiga rudal balistik yang diluncurkan pada Hari Sabtu.

Kantor berita resmi Korea Utara KCNA mengatakan, proyektil ditembakkan dari sistem peluncur roket multipel super besar, yang menurut Pemimpin Kim "membuat Korea Selatan secara keseluruhan dalam jangkauan serangan dan mampu membawa hulu ledak nuklir taktis."

Perlombaan Korea Utara untuk memajukan program nuklir dan misilnya telah memperbaharui perdebatan tentang persenjataan nuklir Korea Selatan sendiri, tetapi Presiden Yoon mengatakan dalam wawancara Chosun Ilbo, mempertahankan Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir tetap penting.

Komentar Presiden Yoon tentang latihan nuklir adalah demonstrasi terbaru dari sikap kerasnya terhadap Korea Utara.

Dia mengatakan Korea Selatan harus menghukum dan membalas setiap provokasi oleh Korea Utara, menyebutnya sebagai cara paling ampuh untuk mencegah provokasi lebih lanjut.

"Tahun ini bisa menjadi tahun krisis dengan ketegangan militer di Semenanjung Korea, melampaui apa yang terjadi pada 2017," kata Hong Min, seorang peneliti senior di Institut Korea untuk Unifikasi Nasional.

"Sikap garis keras Korea Utara...dan pengembangan senjata agresif ketika bertemu dengan latihan bersama Korea Selatan-AS, serta tanggapan proporsional dapat meningkatkan ketegangan dalam sekejap, dan kita tidak dapat mengesampingkan apa yang mirip dengan konflik regional ketika kedua belah pihak memiliki kesalahpahaman situasi," tandas Hong.