Tiga Ahli Meringankan Bharada E Dihadirkan di Sidang, Bakal Beberkan Suara Hati yang Kalah dengan Perintah Ferdy Sambo
JAKARTA - Terdakwa Bharada Richard Eliezer menghadirkan tiga ahli meringankan di persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir J pada hari ini. Para ahli disebut akan memberikan pandangan mengenai suara hati yang dikalahkan oleh perintah.
Para ahli yang rencananya dihadirkan yakni, ahli Filsafat Moral Prof. Romo Frans Magnis Suseno, ahli Psikologi Klinis Dewasa Liza Marielly Djaprie, dan ahli Psikilogi Forensik Reza Indragiri.
"Pertama mau kita sampaikan bahwa terjadi konflik moral yang besar. Dilema moral yang dihadapi oleh Richard eliezer ketika harus menembak almarhum Yosua," ujar penasihat hukum Bharada E, Ronny Talapessy. kepada wartawan, Senin, 26 Desember.
Menurut Ronny, ahli filsafat Moral Prof. Romo Frans Magnis Suseno yang akan memberikan pandangan lebih dalam mengenai konflik moral yang dialami kliennya.
Bharada E disebut sempat merasa tak yakin dan berdoa dulu setelah diperintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J di rumah dinas, Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli
"Keputusan suara hati dari Richard eliezer dikalahkan oleh situasi yang kompleks, karena berhadapan dengan seorang Ferdy Sambo," ungkapnya.
Kemudian, untuk ahli psikologi klinis Dewasa Liza Marielly Djaprie disebut akan memberikan pandangan seputar kondisi mental dari Bharada E sebelum dan sesudah insiden berdarah yang menewaskan Brigadir J.
Ronny menyebut kliennya mengalami trauma berat akibat tersebut. Bahkan, dalam beberapa persidangan yang lalu, Bharada E mengaku sempat memimpikan Brigadir J secara terus menerus.
"Bagaimana seorang Bharada E yang awalnya mudah ketakutan, trauma, tekanan, karena situasinya situasi yang tidak mudah untuk dia, dan sampai sekarang sudah melihat bahwa dia sudah bangkit, Karena dia sudah menyampaikan permohonan maaf dan dia siap untuk segala keputusan, berkata jujur," bebernya.
Sedangkan ahli Psikolog Forensik Reza Indragiri, lanjut Ronny, sebagai penyimpul dari keterangan ahli lainnya. Dengan begitu, semuanya akan terlihat jelas bila di momen itu Bharada E berada di bawah tekanan Ferdy Sambo.
"Kaitannya adalah dari psikolog klinis dewasa, kemudian kepada psikolog forensik, ini menjadi satu keterkaitan. Karena kesimpulan dari psikolog seseorang itu akan dari psikolog klinik ke psikolog forensik," kata Ronny.
Dalam kasus tewasnya Brigadir J, Bharada E berperan sebagai eksekutor. Ia menembak senjornya itu dengan senjata api jenis Glock-17.
Penembakan itu disebut atas perintah eks Kadiv Propam Ferdy Sambo yang berlangsung di rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.
Selain itu, di kasus ini juga ada empat terdakwa lainnya. Mereka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Mereka semua didakwa dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.