Pejabat AS Sebut Washington Rencanakan Pertemuan Pemerintahan PM Terpilih Benjamin Netanyahu dan Arab Tahun Depan
JAKARTA - Amerika Serikat (AS) berencana untuk mengadakan pertemuan Israel dengan negara-negara Arab yang mengakuinya tahun depan, mendorong pemerintahan perdana menteri terpilih Benjamin Netanyahu untuk menahan diri.
Netanyahu akan menjabat dengan pemerintah paling kanan dalam sejarah Israel, termasuk tokoh-tokoh dari garis keras yang mendukung perluasan permukiman di wilayah Palestina.
Seorang pejabat senior AS mengatakan, Washington merencanakan pertemuan para menteri luar negeri yang direncanakan pada quartal pertama tahun 2023, merujuk pada KTT Negev pada Maret 2022.
Pertemuan tersebut, dengan pemerintah sentris Israel saat itu, membawa menteri luar negeri Mesir ke gurun Israel, negara Arab pertama yang berdamai dengan Israel, dan rekan-rekannya dari Uni Emirat Arab, Bahrain dan Maroko, yang menormalisasi hubungan pada tahun 2020 yang disebut perjanjian Abraham.
Kesepakatan yang dipuji oleh Presiden AS saat itu Donald Trump sebagai pencapaian yang khas, "dekat dan disukai oleh Perdana Menteri Netanyahu, saya membayangkan dia ingin terus melihat langkah itu maju," kata pejabat AS itu dengan syarat anonimitas, dilansir dari Daily Sabah 21 Desember.
"Saya pikir Israel harus mempertimbangkannya," lanjut pejabat itu.
"Tergantung pada beberapa hal yang dilakukan Israel, yang mungkin membuat lebih sulit atau lebih mudah bagi negara-negara ini untuk benar-benar terlibat dan berpartisipasi dan bergerak maju, apalagi membawa negara baru ke dalam proses," tandasnya.
Baca juga:
- Otoritas Taliban Afghanistan Tutup Akses Bagi Wanita ke Universitas saat Mahasiswi Mengikuti Ujian Akhir Semester
- Tujuh Korban Tenggelamnya Korvet HTMS Sukhothai Thailand Ditemukan, 23 Masih Hilang
- Menhan Ukraina Berharap Belarusia Tidak Bergabung dengan Rusia untuk Lancarkan Serangan
- Inggris Tuding Rusia Berencana Berikan Komponen Militer Canggih Sebagai Imbalan Ratusan Drone Kamikaze Iran
Diketahui, Uni Emirat Arab memulai perjanjian Abraham sebagai imbalan atas janji Pemerintahan Netanyahu saat itu untuk tidak melanjutkan pencaplokan Tepi Barat, sebuah langkah yang mendapat restu dari Pemerintahan Trump.
Sementara, Pemerintahan Presiden Joe Biden telah memperingatkan mereka menentang aneksasi dan perluasan pemukiman, mendukung pembentukan negara Palestina sambil menghentikan setiap dorongan diplomatik besar menuju tujuan yang dilihat memiliki sedikit peluang untuk berhasil.