Minta Maaf Terkait Perbudakan Era Kolonial Belanda, PM Mark Rutte: Martabat Manusia Dilanggar dengan Cara Paling Mengerikan

JAKARTA - Perdana Menteri Mark Rutte meminta maaf atas "masa lalu perbudakan" Belanda, yang menurutnya terus memiliki "dampak negatif" pada Hari Senin.

Komentar PM Rutte tersebut adalah bagian dari pengakuan Pemerintah Belanda yang lebih luas atas masa lalu kolonial negara itu, dan tanggapan resmi atas laporan berjudul “Rantai Masa Lalu” oleh Grup Dialog Sejarah Perbudakan, yang diterbitkan pada Juli 2021.

"Selama berabad-abad di bawah otoritas negara Belanda, martabat manusia dilanggar dengan cara yang paling mengerikan," kata PM Rutte saat berpidato di Arsip Nasional negara itu di Den Haag, dilansir dari CNN 20 Desember.

"Dan Pemerintah Belanda berturut-turut setelah tahun 1863 gagal untuk melihat dan mengakui secara memadai, bahwa perbudakan kita di masa lalu terus memiliki efek negatif dan masih demikian. Untuk itu saya menyampaikan permintaan maaf Pemerintah Belanda," lanjutnya.

PM Rutte juga berbicara singkat dalam bahasa Inggris pada hari Senin, mengatakan: "Hari ini, saya minta maaf."

"Selama berabad-abad, negara Belanda dan perwakilannya memfasilitasi, merangsang, memelihara dan mengambil keuntungan dari perbudakan. Selama berabad-abad, atas nama Negara Belanda, manusia dijadikan komoditas, dieksploitasi dan dilecehkan," kata PM Rutte.

Ditegaskan olehnya, perbudakan harus dikutuk sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan.”

PM Rutte mengakui dia telah mengalami "perubahan pemikiran" pribadi, mengatakan dia salah mengira bahwa peran Belanda dalam perbudakan adalah "sesuatu dari masa lalu".

"Memang benar bahwa tidak ada seorang pun yang hidup sekarang yang secara pribadi disalahkan atas perbudakan. Tetapi juga benar bahwa Negara Belanda, dalam semua manifestasinya sepanjang sejarah, memikul tanggung jawab atas penderitaan mengerikan yang diderita para budak dan keturunan mereka," tutur PM Rutte.

Pada awal tahun 2020, Pemerintah Belanda mengembalikan mahkota upacara yang dicuri kepada Pemerintah Ethiopia.

Belanda dinilai mendapat banyak keuntungan dari perdagangan budak pada abad ke-17 dan ke-18; salah satu peran Dutch West India Co. adalah mengangkut budak dari Afrika ke Amerika. Belanda tidak melarang perbudakan di wilayahnya sampai tahun 1863, meskipun itu ilegal di Belanda.

Pedagang Belanda diperkirakan telah mengirim lebih dari setengah juta orang Afrika yang diperbudak ke Amerika, menurut laporan Reuters. Banyak yang pergi ke Brasil dan Karibia, sementara sejumlah besar orang Asia diperbudak di Hindia Belanda, yang merupakan Indonesia modern, tulis laporan tersebut.

Namun, anak-anak Belanda tidak banyak diajari tentang peran yang dimainkan Belanda dalam perdagangan budak, tambah Reuters.

Percakapan tentang sikap negara terhadap ras telah lama mengelilingi salah satu tradisi liburannya. Karakter "Pete Hitam" biasanya menampilkan orang kulit putih dengan wajah hitam penuh, wig Afro, lipstik merah dan anting-anting, sering menjadi bagian dari perayaan St. Nicholas di Belanda pada Bulan Desember.

Diketahui, PM Rutte pada tahun 2020 mengatakan pandangan negaranya tentang "Black Pete" telah mengalami "perubahan besar", tetapi sejauh ini belum ada pelarangan.