KPK Jerat Pidana Jika Ada Pihak Rintangi Penyidikan Kasus Pengurusan Perkara di MA
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan jangan ada pihak yang merintangi penyidikan dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Siapapun yang melakukannya bakal dijerat sanksi pidana.
"Jikalau ada para pihak yang melakukan perbuatan baik itu menghambat, menghalang-halangi, mempersulit penyelidikan, penyidikan, penuntutan tidak pidana korupsi tentu itu ada pasal pidana tersendiri yang diatur oleh Pasal 21, tentu itu kita lakukan," kata Ketua KPK Firli Bahuri dikutip dari YouTube KPK, Selasa, 20 Desember.
Firli memastikan hukuman tegas terhadap siapapun yang menyulitkan kerja penyidik. Namun, penindakan itu tetap didasari bukti permulaan yang cukup.
"Sekali lagi tetap kita bicara tentang apakah bukti permulaan yang cukup bahwa itu peristiwa pidana? Apakah kita memiliki bukti yang cukup untuk kita lakukan terkait dengan upaya-upaya hukum terhadap para pihak," ucapnya.
Bukti ini dirasa perlu agar pelakunya bisa dibawa ke pengadilan. "Hakim hanya dapat memutus suatu perkara berdasarkan keyakinannya, dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti. Maka, KPK tentu bekerja berdasarkan alat bukti itu," ujar Firli.
Baca juga:
- Jika Pilpres 2024 Dua Putaran, KIB Disarankan Segera Pasang Kandidat Capres Hitung-hitung Efek Ekor Jas
- KPK Bakal Tuntaskan Korupsi di Sektor Peradilan Usai Tahan Hakim Yustisial Edy Wibowo
- Perkuat Dakwaan Ferdy Sambo Cs, Jaksa Hadirkan Ahli Pidana dan Apsifor Hari Ini
- Usai Anies Baswedan Lengser, Pemprov DKI Pasang Pagar di Sekeliling Tebet Eco Park
Diberitakan sebelumnya, Hakim Yustisial MA Edy Wibowo telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Dia diduga menerima uang sebesar Rp3,7 miliar.
Uang tersebut diberikan untuk memutus agar rumah sakit itu tidak dinyatakan pailit. Pemberian tersebut dilakukan melalui PNS pada Kepaniteraan MA, Muhajir Habibie dan Albasari dan dilakukan secara bertahap.
Muhajir dan Albasari sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus yang sama. Mereka ditetapkan sebagai tersangka bersama 10 orang lainnya, termasuk Hakim Agung MA nonaktif Sudrajad Dimyati.
Akibat perbuatannya, Edy bersama Muhajir Habibie dan Albasari disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a dan b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.