Marak Kasus Kekerasan ART, RUU PPRT yang Berusia 18 Tahun Seharusnya Bisa Jadi Solusi
JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah, meminta RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) segera disahkan. Pasalnya, sudah 18 tahun RUU PPRT dibahas DPR tapi tak kunjung digoalkan menjadi undang-undang (UU).
Hal itu disampaikan Luluk menyoroti berbagai kasus kekerasan dan eksploitasi asisten rumah tangga yang belakangan terjadi.
"18 tahun perjuangan untuk menggolkan RUU ini, tapi nasibnya nggak jelas," ujar Luluk saat interupsi di rapat paripurna penutupan masa sidang DPR, Kamis, 15 Desember.
Padahal, lanjutnya, pada 1 Juli 2020, Baleg (Badan Legislasi) DPR telah menyepakati untuk bisa disahkan ke dalam rapat paripurna.
"Tapi kami sampai sekarang belum tahu apa yang menyebabkan pimpinan DPR enggan membawa RUU ini dan disahkan menjadi RUU inisiatif," tegas Luluk.
Legislator PKB dapil Jawa Tengah itu mengaku prihatin, sebanyak 4,2 juta rakyat Indonesia yang berkerja sebagai pekerja rumah tangga mengalami situasi yang sangat buruk. Mulai dari kekerasan, eksploitasi, hingga kemiskinan.
Baca juga:
- Gaji Pegawai Pemprov DKI Tinggi-tinggi, KPK: Kami Dapat Info Masih Ada yang Cari Penghasilan Tambahan
- Sempat Diributkan Bupati Meranti, Apa Itu DBH? Ini Pengertian, Jenis, Hingga Manfaatnya
- Harry Maguire Disarankan Tidak Kembali ke Manchester United usai Piala Dunia 2022
- Urban Sneakers Society 2022 Pertemukan Brand Sepatu Lokal dan Internasional
"Mereka juga mengalami situasi yang sangat buruk dan bahkan kita tidak pernah bayangkan itu bisa dilakukan dan diterima oleh seorang manusia," kata Luluk.
Oleh karena itu, dia berharap RUU PPRT bisa disahkan menjadi UU pada masa sidang DPR selanjutnya.
Diketahui, Polda Metro Jaya mengungkap perempuan berinisial SKH menjadi korban pemukulan sesama Asisten Rumah Tangga (ART) dalam kasus penyiksaan ART di Simprug, Jakarta Selatan.
Awalnya lima rekan kerja sesama ART itu melakukan penganiayaan atas dasar perintah majikan. Rekan sesama ART itu disebut telah terbiasa menyiksa SKH.
"Hasil pemeriksaan awalnya disuruh majikan, kemudian diakhiri menjadi kebiasaan dan inisiatif sendiri dengan memukul," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Endra Zulpan saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Rabu, 14 Desember.
SKH sendiri merupakan ART asal Pemalang, Jawa Tengah, yang mulai mendapatkan penganiayaan sejak 18 September hingga 7 Desember 2022.
Masalah dimulai ketika korban salah menggunakan celana dalam milik majikannya, MK. Ternyata SKH juga kerap salah pakai celana dalam milik ART lain.
"Persoalan utamanya karena tertukar celana dalam milik majikan oleh ART SKH. Jadi beberapa celana milik ART lain sering tertukar oleh korban, itu yang jadi pemicunya," jelas Zulpan.
Majikannya yang berumur 64 tahun kemudian marah besar ketika mengetahui SKH menggunakan celana dalamnya. Dia lantas menyita handphone milik SKH dan memukulinya.
Selain dipukul dengan benda tumpul, kata Zulpan, korban juga pernah diborgol di kandang anjing dan dipaksa memakan kotoran hewan tersebut.