Bicara dengan Presiden Biden hingga Erdogan, Pemimpin Ukraina Zelensky: Kami Terus Bekerja dengan Mitra
JAKARTA - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengadakan pembicaraan dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan dengan para pemimpin Turki dan Prancis pada Hari Minggu, peningkatan aktivitas diplomatik seputar perang yang dimulai oleh Rusia yang telah memasuki bulan ke-10.
"Kami terus bekerja dengan mitra," kata Presiden Zelensky dalam pidato video malamnya, melansir Reuters 12 Desember.
Presiden Zelensky mengatakan, dia mengharapkan beberapa "hasil penting" minggu depan, dari serangkaian acara internasional yang akan mengatasi situasi di Ukraina.
Presiden Zelensky telah mengadakan banyak pembicaraan dengan Biden, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Turki Tayyip Erdogan, sejak pasukan Rusia menginvasi pada akhir Februari,akumulasi diskusi hanya dalam satu hari bukanlah peristiwa biasa.
Presiden Zelensky mengatakan dia telah berterima kasih kepada Biden atas bantuan "pertahanan dan keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya", yang diberikan Amerika Serikat untuk Ukraina dan berbicara dengan Presiden AS tentang sistem pertahanan anti-pesawat yang efektif untuk melindungi penduduk.
Sebelumnya, Presiden Zelensky mengatakan dia mengadakan percakapan "sangat berarti" dengan Presiden Macron tentang "pertahanan, energi, ekonomi, diplomasi" yang berlangsung lebih dari satu jam dan pembicaraan "sangat spesifik".
Sementara dalam pembicaraan dengan Presiden Turki Erdogan, Presiden Zelensky bertujuan untuk memastikan ekspor biji-bijian dari Ukraina.
Turki, yang bertindak sebagai mediator dalam pembicaraan damai di bulan-bulan awal perang, juga bekerja sama dengan PBB dalam kesepakatan biji-bijian, yang membuka pelabuhan Ukraina untuk ekspor pada Juli setelah blokade de facto Rusia selama enam bulan.
Terpisah, Kantor Presiden Erdogan mengatakan pemimpin Turki itu juga melakukan panggilan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Hari Minggu, di mana dia menyerukan agar konflik segera diakhiri.
Presiden Putin mengatakan pekan lalu, hilangnya kepercayaan Moskow yang hampir total pada Barat akan membuat penyelesaian akhir konflik Ukraina jauh lebih sulit untuk dicapai, memperingatkan perang yang berlarut-larut.
Sementara itu, Presiden Macron telah memperjuangkan diplomasi dalam konflik tersebut, tetapi pesannya yang beragam bahwa Kyiv yang memutuskan kapan harus bernegosiasi dengan Moskow.
Tetapi, ia juga bahwa jaminan keamanan diperlukan untuk Rusia, telah membuat bingung beberapa sekutu Barat, Kyiv dan negara-negara Baltik.
Tidak ada pembicaraan damai dan tidak ada akhir dari konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua, yang disebut Moskow sebagai "operasi militer khusus", sementara Ukraina dan sekutunya sebagai tindakan agresi yang tidak beralasan.
Baca juga:
- Tiga Wanita Tewas Akibat Penembakan di Roma, PM Italia Giorgia Meloni Sampaikan Dukacita
- Baku Tembak di Perbatasan Pakistan-Afghanistan, Enam Warga Sipil dan Satu Tentara Tewas
- Pulihkan Pasokan Listrik Ukraina Usai Serangan Rusia, Presiden Zelensky: Kami Melakukan Segalanya
- Pejabat Senior Sebut Ukraina Hantam Markas Tentara Bayaran Wagner Rusia di Lugansk
Moskow tidak menunjukkan tanda-tanda siap untuk menghormati kedaulatan Ukraina dan perbatasan sebelum perang, mengatakan empat wilayah yang diklaim telah dianeksasi dari Ukraina pada Bulan September adalah bagian dari Rusia "selamanya".
Sedangakn, Pemerintah di Kyiv telah mengesampingkan penyerahan tanah apa pun ke Rusia dengan imbalan perdamaian.
Diketahui, Rusia terus membombardir Ukraina di wilayah timur dengan sengit. Moskow menargetkan infrastruktur energi Ukraina dengan gelombang serangan rudal dan pesawat tak berawak, terkadang memutus aliran listrik untuk jutaan warga sipil di musim dingin, ketika suhu rata-rata bisa beberapa derajat di bawah nol Celcius.