Sidang Ferdy Sambo: Polisi-Polisi Itu Kecewa, Kena Sanksi Akibat Terlalu Patuh Perintah Komandan
JAKARTA - Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Duren Tiga pada 8 Juli 2022 telah mengakibatkan sejumlah anggota Polri ‘menderita’. Sebanyak 35 personil terbukti melakukan pelanggaran etik. Bahkan, 7 di antaranya, ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice.
Mereka mendapatkan sanksi penempatan khusus, demosi, hingga Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai anggota Polri. Padahal, apa yang mereka lakukan tak lain hanya menjalankan perintah atasan, yakni Ferdy Sambo. Mereka pun tidak tahu-menahu peristiwa yang sebenarnya terjadi di rumah dinas Duren Tiga.
Kekecewaan tersebut terungkap dalam sidang lanjutan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 6 Desember 2022.
Mantan Kepala Bagian Penegakan Hukum (Kabag Gakkum) Provos Div Propam Kombes Susanto Haris sampai terisak mengungkapkan apa yang dirasakannya saat ini. Menjalani penempatan khusus selama 29 hari dan demosi 3 tahun.
Demosi artinya memindahkan anggota polisi dari hirarki yang ditempati ke jabatan yang lebih rendah. Sanksi demosi tercantum dalam Pasal 1 Angka 24 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Karier pengabdiannya selama 30 tahun sebagai anggota Polri hancur seketika hanya karena melaksanakan perintah. Hingga sekiranya satu bulan berselang baru lah diketahui ternyata perintah tersebut merupakan upaya untuk menghalang-halangi proses hukum.
“Kecewa, kesal, marah, jenderal kok bohong. Susah nyari jenderal. Keluarga kami malu. Kami paranoid nonton TV, media sosial. Jenderal kok tega menghancurkan karier. Tiga puluh tahun saya mengabdi hancur di titik nadir terendah pengabdian saya,” ucap Susanto menjawab pertanyaan hakim.
Belum yang lain-lain, anggota-anggota hebat Polda Metro Jakarta Selatan. Bayangkan majelis hakim, kami Kabag Gakkum yang biasanya memeriksa polisi yang nakal, kami diperiksa, bayangkan majelis hakim bagaimana perasaan keluarga kami,” Susanto melanjutkan.
Keterlibatan Susanto dalam perkara tersebut adalah dalam urusan barang bukti. Dia juga ikut mengantarkan jenazah Yosua ke Jambi bersama tersangka obstruction of justice lainnya, mantan Karo Paminal Div Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan.
Senada dengan Mantan Wakaden B Biro Paminal Div Propam Polri Arif Rachman Arifin. Sambil terisak, dia pun mengaku kecewa dan sedih dengan sanksi PTDH yang diterimanya.
“Sedih yang mulia. Saya hanya bekerja saja,” ucap Arif menjawab pertanyaan Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa.
Dalam sidang terdakwa Ferdy Sambo, Arif Rachman Arifin disebut jaksa telah mematahkan laptop yang sempat digunakan untuk menyimpan salinan rekaman CCTV di sekitar rumah dinas Duren Tiga.
Demosi Lima Tahun
Ari Cahya Nugraha (Acay) juga terkena imbas dan harus menjalani demosi selama 5 tahun. Dia lah personel Polri yang dihubungi Ferdy Sambo sesaat setelah penembakan Yosua pada 8 Juli lalu.
Acay yang ketika itu menjabat sebagai eks Kanit I Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sempat melihat jenazah Yosua tergeletak di rumah dinas Duren Tiga. Dia juga sempat diminta membantu melakukan pengecekan CCTV di sekitar lokasi penembakan.
“Kecewa yang mulia. Selama Pak Ferdy Sambo menjadi atasan saya tidak pernah ada yang aneh-aneh dengan beliau. Saya juga yakin beliau di Propam selalu mengajarkan yang baik kepada anggotanya, seluruh jajarannya. Tapi kenapa saat kejadian seperti itu beliau tidak menceritakan yang sebenar-benarnya,” kata Acay di hadapan majelis hakim.
“Perkara ini, menurut saya perkara mudah yang mulia. Tapi yang jadi korban mulai dari Jenderal Benny, Jenderal Hendra sampai ke bawah, sampai ke saya, sampai ke junior saya Arsyad yang Ipda pun kena demosi juga yang mulia. Mereka semua orang baik, tidak ada satupun keinginan menghalang-halangi atau merusak, tapi apa daya yang mulia yang memerintahkan Kadiv Propam masih aktif. Kami bisa apa yang mulia,” tutur Acay.
Peraih penghargaan Adhi Makayasa Irfan Widyanto juga tak menyangka bisa menjadi terdakwa atas kasus obstruction of justice kematian Yosua. Dalam pengakuannya, dia hanya menjalankan perintah melakukan pergantian DVR CCTV di lingkungan rumah dinas Duren Tiga.
“Sedih, karena karier saya masih panjang, ucap mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri menjawab pertanyaan hakim.
Komandan Harus Bertanggung Jawab
Saksi lain dalam sidang Ferdy Sambo, yakni mantan Karo Provost Div Propam Polri Brigjen Benny Ali turut mengungkapkan kekecewaannya. Gara-gara perkara tersebut, dia terkena penempatan khusus dan sanksi demosi 1 tahun. Namun, menurut dia, hukuman yang paling terberat bukanlah itu.
“Beban yang kami terima ini terhadap anak kami, istri kami, keluarga kami, ini beban yang paling berat,” kata Benny.
Benny baru mengetahui Ferdy Sambo telah merekayasa kronologi kematian Yosua dari media sosial sekira 5 Agustus. Selang beberapa hari kemudian muncul pernyataan resmi sebagai bentuk penegasan dari Kapolri.
"Sedih, yang paling menderita itu adalah istri saya. Kita terbawa-bawa, karena beritanya dari yang saya dapatkan selama ini, ternyata diprank (Sambo). (Informasi) yang saya terima, ternyata beda," kata Benny.
Dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Richard Eliezer pada 7 Desember 2022, Benny mengaku pernah menyampaikan langsung kekecewaannya kepada Ferdy Sambo ketika menjalani penempatan khusus. Benny berani karena posisinya memang lebih senior.
Benny merupakan lulusan Akpol angkatan 1991 semasa dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sedangkan Ferdy Sambo lulusan Akpol 1994.
"Dalam kesempatan olahraga di Mako Brimob, Saya bilang: Komandan, komandan tega sudah menghancurkan saya dan keluarga. Termasuk adik-adik kita komandan. Komandan harus bertanggung jawab, kasihan semua akhirnya. Gara-gara komandan, banyak sekali korban," tutur Benny.
"Beliau bilang: Iya Pak, maafin saya Pak. Gara-gara saya, semuanya seperti ini. Ya nanti saya coba jelaskan kalau Abang dan yang lainnya itu tidak bersalah. Semua ini, berita bohong saya, prank saya yang membawa adik-adik semua. Saat itu, dia tahu kalau dia salah. Saat, itu dia tahu juga sudah membuat kita ini menderita. Kasihan, ada adik-adik yang Adhi Makayasa yang tidak tahu sama sekali,” tuturnya.
Tanggapan Ferdy Sambo
Terkait itu, terdakwa Ferdy Sambo sebenarnya sudah meminta kepada pimpinan Polri agar tidak memproses kode etik dan memberikan sanksi pidana untuk para anggota Polri yang terlibat.
“Mereka tidak tahu apa-apa, saya yang salah dan saya siap bertanggung jawab untuk itu. Saya sampaikan ke institusi, tapi mereka tetap didemosi, dipecat, padahal mereka tidak tahu apa-apa. Saya tanggung jawab, saya sedih melihat mereka masih panjang usianya tapi harus selesai karena saya,” tutur Ferdy Sambo saat memberikan tanggapan atas keterangan para saksi dalam sidang lanjutan pada 6 Desember 2022.
“Sekali lagi saya meminta maaf kepada abang senior, saya siap bertanggung jawab karena apa yang saya lakukan. Tapi, saya tidak mau bertanggung jawab karena apa yang saya tidak lakukan,” ucapnya.
Terdakwa Putri Candrawathi juga mengungkapkan hal sama.
“Untuk Abang senior dan Mas Adik yunior, saya mohon maaf apabila Abang dan juga Mas harus melewati semua ini. Saya hanya minta maaf, doa terbaik untuk Abang senior dan Adik yunior. Khususnya kepada Mas Cuk terimakasih. Saya mohon maaf beserta keluarga,” kata istri Ferdy Sambo tersebut.
Baca juga:
- UU KUHP Baru: AwasI Penghinaan Terhadap Presiden, Unjuk Rasa, dan Perzinaan Dapat Dipidana
- Kontroversi Acara Relawan Jokowi di Stadion GBK dalam Media Sosial Menurut Pantauan Netray
- Lanjutan Sidang Ferdy Sambo: Perjuangan Richard Eliezer untuk Meyakinkan Hakim
- HUT ke-77 PGRI: Peningkatan Kualitas Pendidikan adalah Modal Mencetak SDM Unggul Menuju Revolusi Industri 4.0