Komandan Tidak Izinkan Tentara yang Dimobilisasi 'Balik Kanan', Politisi Minta Presiden Putin Keluarkan Putusan Pengakhiran

JAKARTA - Perwakilan politisi oposisi dari lima dewan regional Rusia telah mengirimkan permohonan mendesak kepada Presiden Vladimir Putin, untuk mengeluarkan keputusan guna mengakhiri mobilisasi militer parsial yang ia umumkan pada Bulan September terkait peningkatkan kekuatan invasi Moskow di Ukraina.

Kementerian Pertahanan mengumumkan akhir dari mobilisasi 300.000 cadangan pada 31 Oktober, setelah berminggu-minggu kekacauan di mana ratusan ribu orang Rusia melarikan diri dari negara itu dan banyak laporan muncul tentang orang yang salah yang direkrut.

Kremlin mengatakan pada saat itu, bahwa tidak diperlukan keputusan resmi untuk membatalkan mobilisasi tersebut.

Emilia Slabunova, seorang anggota dewan oposisi di Karelia di Rusia utara, mengatakan tidak adanya dekret semacam itu berarti mereka yang sudah direkrut tidak dapat 'balik kanan' meninggalkan angkatan bersenjata.

Komandan menolak untuk membebaskan mereka, dan banding terhadap penolakan semacam itu di pengadilan tidak menghasilkan apa-apa, katanya. Pengadilan berpihak pada para komandan, mengutip fakta bahwa keputusan mobilisasi September Putin masih memiliki kekuatan hukum, melansir Reuters 7 Desember.

Ilustrasi mobilisasi Rusia. (Wikimedia Commons/Совет министров Республики Крым)

Pengacara militer mengonfirmasi kepada Reuters, ini telah terjadi setidaknya dalam dua kasus pengadilan, satu di dekat Moskow dan satu lagi di Chita, Siberia.

"Kami, sebagai anggota dewan, mewakili konstituen kami dan seruan dari kami ini adalah hasil dari banyak seruan dari warga," kata Slabunova.

Reuters melihat seruan serupa dari deputi oposisi di wilayah Moskow, St. Petersburg, Pskov, dan Veliky Novgorod. Semuanya anggota partai oposisi liberal Yabloko.

Menanyakan apakah Kremlin mengetahui inisiatif anggota dewan regional, juru bicara Dmitry Peskov mengatakan pada Hari Selasa bahwa pihaknya "sudah mengklarifikasi segalanya" tentang topik mobilisasi, jadi tidak ada hal baru untuk dikatakan mengenai masalah tersebut.

Jarang dan berisiko bagi pejabat terpilih, untuk secara terbuka menantang Kremlin atas pelaksanaan perang di Ukraina. Setelah invasi 24 Februari, Rusia memperkenalkan undang-undang yang menetapkan hukuman penjara yang lama, karena "mendiskreditkan" angkatan bersenjata atau menyebarkan "berita palsu" tentang mereka.

Permohonan anggota dewan mengatakan, tidak adanya dekrit yang mengakhiri mobilisasi "menciptakan ketidakpastian hukum", memungkinkan "warga negara untuk terus direkrut menjadi tentara" dan "memungkinkan komandan militer untuk menolak warga negara dibebaskan dari dinas".

"Saya mengetahui kasus di mana kantor pendaftaran militer kami sudah mengeluarkan panggilan Januari dan Februari hari ini," kata Boris Vishnevsky, seorang anggota dewan dari Majelis Legislatif St. Petersburg yang juga menandatangani permohonan kepada Presiden Rusia.

Hal itu, kata dia, karena "kekosongan hukum" yang tercipta akibat tidak adanya ketetapan tersebut, "membuka peluang kekacauan hukum". Reuters belum bisa memastikan kasus yang disinggungnya.

Vishnevsky mengatakan dia dan rekan-rekannya di wilayah lain tidak takut akan pembalasan.

"Kami adalah satu-satunya kekuatan politik di negara yang secara terbuka menentang (Presiden) Putin. Kami mencoba melakukan sesuatu, jadi masih ada harapan," katanya.