Lanjutan Sidang Ferdy Sambo: Perjuangan Richard Eliezer untuk Meyakinkan Hakim
JAKARTA - Richard Eliezer Pudihang Lumiu tak pernah menyangka akan terlibat dalam masalah besar pada awal kariernya sebagai anggota Polri. Dia adalah satu dari enam tamtama di angkatan 2019 dengan nilai tes terbaik. Pencapaian inilah yang membawanya masuk ke Korps Brimob.
Sekiranya baru satu tahun lepas pendidikan tamtama, pria kelahiran 1998 ini ditarik menjadi ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, tepatnya pada November 2021. Semua masih berjalan seperti biasa hingga peristiwa pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat terjadi pada 8 Juli 2022.
Richard, menurut pengakuannya dalam persidangan, mendapat tugas berat untuk menembak Yosua yang dianggap telah melecehkan istri atasannya, Putri Candrawathi. Meski sebenarnya dia tidak mengetahui jelas apakah perbuatan yang disangkakan itu benar atau tidak.
Ketika berada di alun-alun Magelang, usai dari sekolah Taruna Nusantara, Richard mendapat telepon dari Putri. Sambil sesenggukan, Putri memintanya cepat kembali ke Rumah Magelang.
“Kamu di mana Dik, kamu di mana, balik sekarang Dik, balik sekarang, tolong ibu Dik. Dia langsung matiin telepon,” kata Richard ketika menjadi saksi untuk terdakwa Ricky Rizal dan Kuat Maruf di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan pada 30 November lalu.
Richard bersama Ricky langsung bergegas kembali ke Rumah Magelang. Setelah melihat kondisi Putri terbaring di kamar, perasaannya mulai lega. Namun, hatinya tetap bertanya-tanya apa yang terjadi.
Richard kemudian menanyakan semua orang yang berada di Rumah Magelang, mulai dari Kuat, Yosua, hingga Susi. Tetap tidak ada jawaban.
“Kuat bilang udah gak usah tahu dulu. Nih orang kenapa, kok ada masalah enggak ngasih tahu. Almarhum (Yosua) saya tanya juga bilang, enggak tahu tuh Kuat marah-marah. Susi (ART Ferdy Sambo) juga diam saja, enggak jawab,” kata Richard.
Sehingga, Richard mengaku kaget ketika mendapat perintah menembak Yosua sekembalinya ke Jakarta pada 8 Juli 2022.
“Memang kurang ajar anak itu. Sudah enggak menghargai saya, dia sudah menghina harkat dan martabat saya, dia bicara sambil emosi, nangis, mukanya merah. Memang harus dikasih mati anak itu,” ucap Richard menirukan perkataan Ferdy Sambo.
“Nanti kau yang tembak Yosua ya, karena kalau kau yang tembak, saya yang akan jaga kamu. Kalau saya yang tembak, tidak ada yang jaga kita,” Richard kembali menirukan.
Namun, apa daya, Richard tak kuasa menolak perintah. Yang bisa dilakukannya hanya berdoa agar Ferdy Sambo membatalkan niatnya.
“Saya takut. Ini jenderal bintang dua, menjabat sebagai Kadiv Propam dan posisi saya berpangkat Bharada hingga saat ini, pangkat terendah. Dari kepangkatan itu saja kita bisa lihat bagaikan langit dan bumi,” kata Richard ketika menjadi saksi untuk terdakwa Ricky Rizal dan Kuat Maruf di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan pada 30 November lalu.
Di sisi lain, Ferdy Sambo juga terus meyakinkan Richard bahwa semua akan tetap aman.
“Jadi gini Chad skenarionya di Duren Tiga, kami menyebutnya 46, ibu dilecehkan Yosua, baru ibu teriak, kamu dengar, kamu respon, baru ketahuan. Yosua tembak kamu, kamu tembak balik. Yosua yang mati,” kata Richard menirukan perkataan Ferdy Sambo.
“Sudah kamu tenang saja, kamu aman karena posisinya kamu bela ibu yang pertama, kedua kamu bela diri, karena kamu ditembak duluan,” lanjutnya sembari menjelaskan keberadaan Putri di sebelah Ferdy Sambo ketika menjelaskan skenario itu.
Eksekusi Yosua
Tak berapa lama kemudian, semua berangkat ke Rumah Duren Tiga. Peristiwanya, kata Richard, berlangsung cepat. Ketika Yosua, Kuat, Ricky masuk ke dalam, Ferdy Sambo yang sudah berada lebih dahulu di dalam rumah langsung memegang leher Yosua.
“Sini, berlutut kau, berlutut. Setelah berlutut, dia baru lihat saya. Woi kau tembak, kau tembak cepat, cepat kau tembak,” ucap Richard menirukan perintah Ferdy Sambo.
“Saya langsung tembak. Seingat saya 3-4 kali. Saya melihat posisi korban, berhadapan. Saya tidak tahu arah tembakannya yang pasti diarahkan ke korban. Korban terjatuh di samping tangga, tapi masih ada suara mengerang," tutur Richard menjawab pertanyaan hakim.
Kemudian, Ferdy Sambo maju dan mengokang senjatanya ikut menembak Yosua yang sudah dalam keadaan terkapar. Setelah itu, dia menjalankan skenarionya, berjongkok di depan tangga dan menembak ke arah atas tangga seolah terjadi baku tembak antara Yosua dan Richard.
“Kemudian jalan ke arah korban, menempelkan senjata yang dipegangnya ke tangan almarhum. Kemudian diletakkan, berdiri dan teriak ke kita, kalian tidak bisa jaga Ibu sambil berjalan keluar,” tutur Richard.
Baca juga:
- HUT ke-77 PGRI: Peningkatan Kualitas Pendidikan adalah Modal Mencetak SDM Unggul Menuju Revolusi Industri 4.0
- Tantangan Laksamana Yudo Margono, Panglima TNI yang Baru: Memperkuat Pertahanan Jadi Persoalan yang Paling Mendesak
- Dua Kali Beruntun Tersingkir di Penyisihan Grup Piala Dunia, Prestasi Sepak Bola Jerman Berada pada Titik Terendah
- Hari AIDS Sedunia: Terinfeksi HIV Bukan Akhir Segalanya, Semangat Hidup Harus Terus Dijaga
Tak lama, Ferdy Sambo kembali lagi ke dalam menjemput Putri yang ketika kejadian berada di kamar.
Pasca penembakan tersebut, Richard mengaku depresi dan selalu dihantui kesalahan. Bahkan, dia kerap bermimpi buruk.
Awalnya, dia bertahan dengan keterangan sesuai skenario yang dirancang Ferdy Sambo. Namun, pada Agustus 2022, dia memberanikan diri menjadi justice collaborator, sebutan bagi pelaku kejahatan yang bekerjasama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum.
Berbeda dengan Ricky
Ketika menjadi saksi dalam persidangan terdakwa Richard Eliezer pada 5 Desember 2022, Ricky tetap bersikeras bukan perintah ‘berlutut’ yang didengarnya, tetapi perintah ‘jongkok’.
Saat Yosua masuk ke dalam, Ferdy Sambo langsung memerintahkannya jongkok. Yosua, menurut Ricky, terus menanyakan, “Apa Pak, ada apa Pak?”
Tiba-tiba saat bersamaan Richard langsung mengeluarkan senjata dan menembak Yosua. Ricky justru merasa kaget dan heran kenapa Richard tiba-tiba menembak Yosua.
“Yang (perintah) jongkok saya dengar,” kata Ricky menjawab pertanyaan hakim.
Namun, kalau perintah tembak, Ricky mengaku tidak mendengarnya, “Saya di dalam. Saya enggak dengar Bapak (Ferdy Sambo) pas ‘tembak woi, tembak woi’.”
Terdakwa Richard sangat yakin Ricky mendengar perintah tembak dari Ferdy Sambo. Sebab, jarak antara mereka tidak terlalu jauh.
“Mungkin mendengar, tapi nggak mau bicara, tapi terserah Bang Ricky Yang Mulia," kata Eliezer menanggapi kesaksian Ricky di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hakim terus mencecar pertanyaan kepada Ricky. Menurut hakim, ada kejanggalan dari kesaksiannya. Terlebih, sebelum kejadian, Ricky mengaku telah lebih dulu mendapat perintah dari Ferdy Sambo untuk menembak Yosua yang kemudian ditolaknya. Artinya, kata hakim, sudah ada niat untuk mengeksekusi Yosua.
Ricky menangkis pernyataan itu. Dia menilai perintah menembak Yosua kepadanya hanya ketika Yosua melawan saat dipanggil.
“Saat itu, Bapak meminta panggil Yosua. Lalu, kalau dia melawan kamu berani tidak nembak dia," kata Ricky menirukan pertanyaan Ferdy Sambo.
Namun, hakim bertanya balik, "Yang terjadi, Sambo pernah manggil Yosua terus bicara? Kan tidak."
“Terserah Saudara lah, Saudara ada di situ, di dalam CCTV itu. Tampak sekali kalian bertiga di luar pada saat sebelum Sambo datang. Kalian bertiga terdakwa Kuat dan korban ada di luar sampai kemudian Saudara mengantarkan Yosua ke dalam, itu ada CCTV yang nampak di Duren Tiga. Artinya apa, Saudara memang sudah dipersiapkan bersama Kuat untuk menghadapkan korban ini ke depan Sambo untuk melaksanakan eksekusi, kan begitu," tegas hakim.
Hakim meminta Ricky untuk berkata jujur dan memberikan jawaban yang logis. Dengan begitu, mungkin saja Ricky akan mendapatkan keringanan hukuman.
"Cobalah kamu ingat anak istrimu. Mereka di sana mendoakan semoga kamu bisa mendapatkan keringanan, tapi dengan begini kamu mencoba mengaburkan semua peristiwa itu," ucap hakim.