Ekonom: Koordinasi TPIP dengan TPID Jadi Kunci Pengendalian Inflasi
JAKARTA - Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengungkapkan, fenomena kenaikan inflasi jelang akhir tahun yang bertepatan dengan perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2023 adalah fenomena wajar.
Namun, lanjutnya, untuk menjaga lonjakan kenaikan inflasi, koordinasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Daerah (TPID) diperlukan.
Piter mengatakan, inflasi di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh faktor suplai dan distribusi.
Karena itu, kerja sama yang apik antara TPIP, TPID, pemerintah, dan Bank Indonesia (BI) menjadi kunci pengendalian angka inflasi.
Kata Piter, sejauh ini kenaikan inflasi masih cukup terjaga. Tidak terjadi lonjakan yang terlalu tinggi.
Hal itu disebabkan salah satunya koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah.
"Dengan adanya TPID dan TPIP, pemerintah dan BI bisa bekerja sama meningkatkan koordinasi menjaga suplai dan distribusi secara baik. Hasilnya adalah inflasi yang sejauh ini tidak melonjak tinggi meskipun harga BBM subsidi sempat dinaikkan," katanya, di Jakarta, Selasa, 29 November.
Tak hanya itu, kata Piter, hal yang patut dilakukan saat jelang Nataru yakni mengamankan stok dan distribusi.
"Untuk mengantisipasi lonjakan inflasi selama Nataru, saya kira pemerintah bisa melakukan hal yang sama, meningkatkan koordinasi menjaga ketersediaan suplai dan distribusi," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan arahan terkait strategi TIPIP dan TPID dalam pengendalian inflasi jelang akhir tahun.
"Pemerintah meminta agar Pemerintah Daerah menggunakan dana daerah terutama untuk mendukung logistik, tadi ada beberapa daerah yang belum menggunakan dana tersebut. TPIP akan membuat surat, agar ini bisa dimanfaatkan dan kemudian beberapa hal yang menjadi catatan bahwa ke depan inflasi ini perlu ditangani secara lebih baik agar pertumbuhan ekonomi kita bisa berkualitas. Itu bisa dicapai kalau inflasinya bisa ditekan," kata Airlangga, Jumat, 25 November.
Infrastruktur Pertanian
Sementara itu, Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan, penggunaan dana transfer daerah dalam mengatasi inflasi pangan, boleh disasar ke pembangunan infrastruktur pertanian.
"Ada dana transfer daerah juga dana desa, tinggal di fokuskan ke infrastruktur pertanian jangan buat gapura atau buat pembangunan yang tidak punya dampak langsung ke penurunan inflasi," kata Bhima.
Adapun beberapa jenis dana transfer daerah antara lain Dana Desa dan Dana Alokasi Umum. Pemerintah pusat mendorong pemerintah daerah menggunakan dana dana tersebut untuk penanganan inflasi di daerah mereka.
"Pembangunan infrastruktur di tingkat daerah penting tapi difokuskan ke sarana prasarana pertanian contohnya irigasi, dan jalan untuk akses petani ke pasar," ucapnya.
Bhima menambahkan, koordinasi antardaerah harus berjalan baik sehingga tercapai tujuannya.
Baca juga:
- Rupiah Melemah, Kurangi Pembelian Barang Impor dan Tetap Investasi ke Instrumen yang Tak Tergantung Dolar AS
- Dukung Apindo Gugat Permenaker soal UMP 2023 ke MA, Pengusaha Pede Menang
- Upah Minimum Naik, Kadin Minta Pemerintah Sesuaikan dengan Kondisi Sektoral dan Beri Insentif ke Industri Tertentu
- Antisipasi Lonjakan Harga Energi, Pelaku Industri Perlu Efisiensi Sekaligus Kurangi Emisi
Dikatakan Bhima, pemda melalui BUMD bisa bekerja sama dengan daerah lain memastikan stok pangan lancar.
"Misalnya ada daerah yang surplus pangan atau panen raya, bisa dibeli oleh BUMD di daerah lainnya. Dengan saling koordinasi dan menutup defisit stok maka inflasi daerah bisa terkendali," jelas Bhima.
Selain itu, kata Bhima, untuk memastikan petani tetap berproduksi, pemerintah daerah perlu bantu pastikan alokasi subsidi pupuk mencukupi sehingga biaya input pertanian bisa lebih rendah.
"Petani selama ini sangat sensitif soal stok pupuk subsidi, kalau pupuk mahal maka harga jual produk pertanian ikut naik," tuturnya.