Anwar Ibrahim Kasih Clue Soal Jabatan Wakil PM Malaysia, Bakal Penuhi Janji Tidak Ambil Gaji
JAKARTA - Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim memberikan sedikit bocoran mengenai posisi wakil perdana menteri, mengacu pada istilah pemerintahan persatuan yang disebutkannya.
Berbicara dalam konferensi pers usai pelantikannya Kamis petang, PM Anwar Ibrahim mengatakan, dia akan memimpin pemerintahan persatuan yang terdiri dari koalisi utama Pakatan Harapan (PH), Barisan Nasional (BN) dan Gabungan Parti Sarawak (GPS).
Selain itu, dia mengatakan akan tetap membuka pintu bagi kubu lain, seperti Perikatan Nasional (PN) dan Gabungan Rakyat Sabah (GRS) untuk bergabung.
"Saya telah menekankan bahwa pemerintah ini adalah pemerintah persatuan," dilansir dari CNA 25 November.
Dia mencatat bahwa pemerintah persatuan juga termasuk Parti Warisan Sabah, Aliansi Demokrasi Bersatu Malaysia dan anggota parlemen independen lainnya.
Ketika ditanya apakah posisi wakil perdana menteri akan diberikan kepada politisi BN, perdana menteri memberikan sedikit petunjuk.
Dia mengatakan, karena perdana menteri berasal dari PH, peran wakil perdana menteri akan dipegang oleh komponen lain dalam koalisi pemerintahan persatuan, BN dan GPS.
Anwar, yang diapit oleh istrinya dan anggota parlemen Bandar Tun Razak Wan Azizah Wan Ismail selama konferensi pers, mengumumkan dirinya tidak akan mengambil gaji perdana menterinya. Hal ini sejalan dengan janji yang dia buat saat berkampanye.
"Sebagai perdana menteri yang mewakili semua rakyat Malaysia, semua ras, saya terbuka untuk menerima partai-partai lainnya untuk membuat negara ini bersatu," tegas Anwar.
Baca juga:
- Jabat PM Malaysia dan Terbuka untuk Semua Kekuatan Politik, Anwar Ibrahim: Ini Pemerintahan Persatuan
- Dewan HAM PBB Sepakati Misi Penyelidikan Kekerasan Terhadap Pengunjuk Rasa di Iran
- Invasi Rusia Genap Sembilan Bulan, Ukraina Berusaha Pulihkan Jaringan Listrik Jelang Musim Dingin
- Khawatirkan Faktor Keamanan, Inggris Larang Gedung Pemerintah Pakai Kamera CCTV Buatan China
Tak kalah penting, Anwar juga harus merundingkan kesepakatan dengan anggota parlemen dari blok lain, untuk memastikan dia dapat mempertahankan dukungan mayoritas di parlemen.
"Anwar diangkat pada saat kritis dalam sejarah Malaysia, di mana politik paling retak, pulih dari ekonomi yang tertekan dan memori COVID yang pahit," kata James Chai, peneliti tamu di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura, mengutip Reuters.
"Selalu dianggap sebagai orang yang bisa menyatukan semua faksi yang bertikai, sudah sepantasnya Anwar muncul di masa yang memecah belah," tandasnya.