Jika Anak Lahir Prematur, Kesehatan Mental Orang Tua Harus Diperhatikan

JAKARTA - Pengasuhan anak prematur berbeda dengan anak yang lahir pada waktunya. Bayi prematur lahir lebih dari tiga minggu sebelum tanggal perkiraan kelahirannya atau sebelum minggu ke-37. Menurut pakar kesehatan, memperkaya informasi mengenai perawatan bayi prematur di rumah usai meninggalkan rumah sakit dapat menjadi cara yang bisa orangtua lakukan.

Mental orangtua perlu menjadi perhatian khusus karena seringkali mereka belum siap menghadapinya. Apalagi para ibu usai melahirkan secara emosional biasanya merasakan berbagai macam perasaan seperti sedih, terharu, lelah yang dapat dikenali sebagai baby blues hingga kondisi yang lebih berat yakni postpartum depression atau depresi setelah melahirkan.

"Tidak hanya ayah, tetapi yang paling utama biasanya ibu. Mental seringkali belum siap menghadapi kehadiran si kecil (yang lahir prematur). Ini bentuk-bentuk emosi yang seringkali dialami seorang ibu yang melahirkan si kecil dengan kondisi prematur," kata Psikolog Anak lulusan Universitas Indonesia Irma Gustiana Andriani, M.Psi dikutip dari ANTARA.

Belum lagi, sebagian ibu mengalami tantangan terkait pemberian ASI, level kepercayaan diri yang rendah misalnya akibat khawatir berlebihan mengenai masa depan anak nantinya seperti apa.

Ini diperburuk dengan banyaknya stigma di masyarakat terkait anak prematur tidak bisa tumbuh dan berkembang secara optimal, kemudian anak tidak bisa berprestasi dan label-label sosial yang juga muncul serta standar media sosial tentang kesehatan anak prematur.

Hal lainnya yang dapat memperberat yakni sejumlah riset menyatakan anak prematur dapat mengalami keterlambatan perkembangan termasuk soal dalam berbicara, berbahasa dan masalah emosi sosial misalnya kurang konsentrasi, fokus kurang, tidak bisa diam, ada yang terlihat impulsif sehingga mengganggu sosialisasi dan proses belajar.

"Kekhawatiran juga bisa muncul dari sisi finansial, karena akses kesehatan harus lebih intens ketimbang bayi-bayi yang lahir di usia cukup bulan," ujar Irma.

Di sisi lain, para ibu juga berpotensi merasakan kesulitan mendapatkan dukungan dari pasangan. Misalnya pasangan atau ayah yang menyalahkan kelahiran prematur pada si ibu, sehingga membuat mereka sangat rentan terkait masalah kesehatan mental.

Irma mengingatkan, setiap anak istimewa dan mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan optimal dan berprestasi walaupun terlahir prematur. Dia menemukan banyak kasus anak prematur di kliniknya yang bisa mengejar ketertinggalan mereka dan berprestasi.

"Riset menyatakan anak lebih terstimulasi dengan musik atau irama tertentu, daya tahan kuat secara psikologis, bonding dengan orangtua sangat kuat karena saat kecil skin body contact biasanya lebih intens," demikian kata dia. Terlepas dari kekhawatiran, orangtua sebaiknya syukuri kelahiran bayi dan hargai waktu bersama untuk mengenalnya.