Penelitian Sebut Infeksi Ulang COVID-19 Lebih Berisiko dibanding Pertama, Terlepas dari Status Vaksinasi
JAKARTA - Risiko kematian, rawat inap dan masalah kesehatan serius akibat COVID-19, melonjak secara signifikan dengan infeksi ulang dibandingkan dengan infeksi pertama, terlepas dari status vaksinasi, sebuah penelitian yang diterbitkan pada Hari Kamis menunjukkan.
"Infeksi ulang dengan COVID-19 meningkatkan risiko hasil akut dan jangka panjang," kata Dr. Ziyad Al-Aly dari Fakultas Kedokteran Universitas Washington di St. Louis, melansir Reuters 11 November.
"Ini terbukti pada orang yang tidak divaksinasi, divaksinasi dan yang telah menerima dosis booster," sambungnya.
Temuan diambil dari data Departemen Urusan Veteran (VA) Amerika Serikat yang dikumpulkan dari 1 Maret 2020 hingga 6 April 2022 pada 443.588 pasien dengan satu infeksi SARS-CoV-2, 40.947 dengan dua infeksi atau lebih, dan 5,3 juta orang yang tidak terinfeksi. Sebagian besar subjek penelitian adalah laki-laki.
Pasien yang terinfeksi ulang memiliki risiko kematian lebih dari dua kali lipat dan risiko rawat inap lebih dari tiga kali lipat, dibandingkan dengan mereka yang terinfeksi COVID hanya sekali.
Mereka juga memiliki risiko tinggi untuk masalah paru-paru, jantung, darah, ginjal, diabetes, kesehatan mental, tulang dan otot hingga gangguan neurologis, menurut sebuah laporan yang diterbitkan di 'Nature Medicine'.
"Bahkan jika seseorang memiliki infeksi sebelumnya dan divaksinasi, yang berarti mereka memiliki kekebalan ganda dari infeksi sebelumnya ditambah vaksin, mereka masih rentan terhadap hasil yang merugikan setelah infeksi ulang," kata Al-Aly, pemimpin studi.
Orang-orang dalam penelitian dengan infeksi berulang lebih dari tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan masalah paru-paru, tiga kali lebih mungkin untuk menderita kondisi jantung dan 60 persen lebih mungkin untuk mengalami gangguan neurologis dibandingkan pasien yang telah terinfeksi hanya sekali.
Risiko yang lebih tinggi paling menonjol pada bulan pertama setelah infeksi ulang, tetapi masih terlihat enam bulan kemudian, para peneliti menemukan.
Terpisah, para ahli yang tidak terlibat dalam penelitian ini mengatakan, populasi VA tidak mencerminkan populasi umum.
Pasien di fasilitas kesehatan VA umumnya lebih tua, orang sakit dan sering laki-laki, kelompok yang biasanya memiliki komplikasi kesehatan lebih dari normal, kata John Moore, seorang profesor mikrobiologi dan imunologi di Weill Cornell Medical College, New York.
Para peneliti mengatakan, risiko kumulatif dan beban infeksi berulang meningkat dengan jumlah infeksi, bahkan setelah memperhitungkan perbedaan varian COVID-19 seperti Delta, Omicron dan BA.5.
Namun, Dr. Celine Gounder, seorang ahli epidemiologi penyakit menular dan editor di Kaiser Health News, mengatakan tampaknya ada "efek penonjolan dengan banyak infeksi," dengan sedikit lompatan risiko setelah infeksi kedua.
"Kabar baiknya adalah, orang yang lebih baik dilindungi dengan kekebalan, kemungkinan risiko mengembangkan beberapa komplikasi akan lebih rendah dari waktu ke waktu," tambahnya.
Baca juga:
- Menhan Ukraina Akui Komandan Baru Rusia Jenderal Surovikin Bikin Pasukannya Semakin Disiplin, Tapi Juga Lebih Brutal
- Kartel Bersenjata Kembali Serang Negara Bagian Guanajuato, Otoritas Meksiko Terjunkan Garda Nasional
- Pasukan Rusia Mundur dari Kherson, Presiden Zelensky Sebut Wilayah Seluas 170 Ribu Kilometer Persegi Perlu Dibersihkan dari Ranjau
- Menhan Ukraina Reznikov Perkirakan Penarikan Pasukan Rusia dari Kherson Memerlukan Waktu Satu Minggu
Namun, Al-Aly memperingatkan bahwa orang tidak boleh lengah.
"Kami mulai melihat banyak pasien datang ke klinik dengan suasana tak terkalahkan," katanya kepada Reuters.
"Mereka bertanya-tanya, 'Apakah infeksi ulang benar-benar terjadi?' Jawabannya adalah ya, itu benar-benar terjadi."
Menjelang musim liburan yang semakin dekat dengan perjalanan dan pertemuan di dalam ruangan, "orang-orang harus menyadari bahwa infeksi ulang adalah konsekuensi dan harus mengambil tindakan pencegahan," tandasnya.