Pembengkakan Biaya Makin Besar, Berapa Lama Proyek Kereta Cepat Bisa Balik Modal?
JAKARTA - Biaya proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) pada awalnya diprediksi 6,071 miliar dolar AS kini menjadi 7,5 miliar dolar AS. Hal ini karena dalam proses pembangunannya terjadi pembengkakan biaya sebesar 1,449 miliar dolar AS atau setara Rp21 triliun lebih.
Dengan biaya yang begitu besar, kapan proyek KCJB ini bisa balik modal?
Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo memperkirakan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung baru akan balik modal 38 tahun usai resmi beroperasi. KCJB sendiri ditargetkan beroperasi pada bulan Juni 2023. Artinya, dengan perhitungan tersebut pemerintah baru bisa balik modal pada 2061 mendatang.
"Sesuai perhitungan feasibility study (studi kelayakan) itu (balik modalnya) 38 tahun," kata Didiek dalam rapat dengan komisi VI, dikutip Kamis, 10 November.
Sementara itu, Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi menjelaskan bahwa perhitungan tersebut sudah termasuk tarif Rp250.000 untuk jarak terjauh selama tiga tahun. Besaran tarif ini sesuai dengan permintaan dari Kementerian Perhubungan.
Meski begitu, kata Dwiyana, estimasi balik modal tersebut belum memperhitungkan pendapatan dari pengembangan kawasan berorientasi transit (TOD).
"38 tahun itu dihitung oleh konsultan financial model dan review feasibility study, sudah memperhitungkan 3 tahun itu dengan tarif Rp250.000 (rute) terjauh. Dan tidak memperhitungkan revenue dari TOD," kata Dwiyana.
Saat ini, kata Dwiyana, dana yang dimiliki KCIC fokus untuk menyelesaikan konstruksi. Namun, Dwiyana menyebut lahan yang dimiliki KCIC akan dimanfaatkan dan dikembangkan.
"Misal Stasiun Halim ada lahan 3,4 hektare pasti akan dikembangkan untuk properti yang mendukung pelayanan. Itu masih belum kita masukkan, artinya jadi cadangan," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Pembengkakan biaya atau cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) tembus sebesar 1,449 miliar dolar AS atau setara dengan Rp21,4 triliun (asumsi kurs Rp14.800). Sehingga biaya proyek yang awalnya diprediksi 6,071 miliar dolar AS kini menjadi 7,5 miliar dolar AS.
Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo mengatakan BPKP melakukan dua kali reviu cost overrun atau pembengkakan biaya proyek KCJB. Hasil reviu pertama total pembengkakan biaya senilai 1.176 dolar AS. Sementara hasil kedua, pembengkakan biaya tersebut senilai 273 juta dolar AS.
Baca juga:
- Data Penerima Bansos Belum Jelas, Hidayat Nur Wahid Minta Pemerintah Batalkan Kenaikan Harga BBM
- Menteri METI Jepang Kunjungi Menko Airlangga, Bahas Kerja Sama Perdagangan hingga KTT G20
- Imbas BBM Naik, Pengusaha Warteg Bakal Naikkan Harga Makanan 20 Persen
- Meski Intervensi Nilai Tukar Rupiah, Bank Indonesia Pastikan Likuiditas Dolar AS Tetap Terjaga
"Sehingga dengan adanya asersi satu dan asersi dua ini total nilai cost overrun ini adalah 1.449 miliar dolar AS," katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI, Rabu, 9 November.
Sekadar informasi, angka pembengkakan biaya proyek KCJB tersebut meningkat jika dibandingkan dengan perhitungan dan reviu BPKP pada 9 Maret 2022 yang hanya sebesar 1,17 miliar dolar AS atau setara Rp17,64 triliun.
Kata Didiek, pembengkakan biaya ini akan dibayar patungan antara konsorsium BUMN Indonesia dan China sebesar 25 persen dan 75 persennya lagi berasal dari penarikan pinjaman pada China Development Bank (CDB).
"Sudah mencapai kesepakatan awal dengan pihak China struktur pembiayaan cost overrun ini dilakukan dengan skema dengan 25 persen ekuitas, 75 persen loan (pinjaman). Ini sudah ada kesepakatan," kata Didiek.
Kata Didiek, untuk porsi ekuitas Indonesia yang totalnya sebesar Rp3,2 triliun, diusulkan bersumber dari PMN kepada PT KAI sebagai leading sector.