Pelarangan Berdendang Bergoyang: Festival Musik Harus Dirancang dengan Benar, Jangan Melulu Mengejar Untung
JAKARTA - Setiap penyelenggara acara harus memprioritaskan faktor keselamatan masyarakat, bukan sekadar mengejar keuntungan semata. Ini, kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin, harus menjadi perhatian bersama.
Penyelenggaraan pagelaran musik bertajuk Festival Berdendang Bergoyang di Istora GBK Senayan tentu menjadi pengalaman. Agar festival yang tujuan awalnya sebagai hiburan tidak berubah menjadi tragedi.
Festival Berdendang Bergoyang sebenarnya diselenggarakan selama tiga hari, dari 28-30 Oktober 2022. Pada hari pertama penyelenggaraan, kekecewaan penonton mulai menghiasi kolom komentar di media sosial. Kebanyakan menyoal ketidakbecusan panitia dalam mengatasi kerumunan.
Pada hari kedua, mulai terjadi insiden. Penonton yang berada di dalam Istora Senayan sudah sangat sesak. Puluhan orang pingsan dan harus mendapat perawatan medis. Petugas kepolisian langsung mengambil langkah awal antisipasi dengan melakukan pembatasan.
“Sangat-sangat tidak mungkin lagi untuk menambah jumlah penonton. Terjadi dorong-dorongan," ujar Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Komarudin kepada awak media.
Bahkan, ada sejumlah penonton yang tertahan di luar memaksa masuk dengan melakukan tindakan pengerusakan. Melihat suasana sudah tidak kondusif, sekiranya pukul 22.00 WIB, Komarudin meminta panita menghentikan acara.
Pihak kepolisian juga mencabut perizinan hari ketiga Festival Berdendang Bergoyang. Komarudin menilai pihak pantia telah melanggar ketentuan jumlah maksimal penonton.
“Dalam surat permohonan kepada kami, tercantum jumlah undangan penonton 3.000, tapi kalau kita lihat di data online, sampai 27 ribu (tiket terjual) untuk keseluruhan. Jadi, sangat berbeda jauh dengan yang diusulkan ke kita,” kata Komarudin.
Bahkan, dari hasil investigasi ada perbedaan jumlah penonton dalam surat pengajuan untuk pihak kepolisian dan surat untuk Dinas Parekraf DKI Jakarta yang menyebut angka 5.000 orang.
“Semalam sudah 14 saksi yang kita periksa. Sebagian besar dari manajemen, kemudian juga dari tenaga kesehatan dan pengelola GBK, serta Satgas COVID. Siang ini akan kita naikkan statusnya ke penyidikan," kata Kombes Komarudin dilansir dari VOI.
Melanie Subono lewat akun instagram menceritakan pengalamannya sebagai promotor musik. Menurut dia, event musik harus dirancang dengan baik dan tepat. Mereka yang menjadi panitia juga harus cekatan dan memahami fungsinya. Bukan sebagai penonton, melainkan pekerja.
“Hari lain, gw sendiri memecat orang SAAT event, cuma karna saat nanya sesuatu, jawabannya GAK TAU atau KIRAIN. Atau karna saat menjaga barikade, kepalanya ngadep ke panggung, saat harusnya ke penonton,” tulis Melanie, 30 Oktober 2022.
“Baru sekali ini harus 4x bertanya letak panggung dan 4x dijawab tidak tau, dan soncek di panggung A, ternyata panggung itu dilarang dipakai, pun TIADAnya info kalau di panggung ada FIRE MACHINE yang hampir bikin orang jadi jagung bakar,” lanjut Melanie.
Melanie juga berani menolak konser artis dengan keuntungan yang cukup besar hanya karena tidak adanya tempat untuk penonton berteduh dari udara panas.
“Nyawa gak bisa dihargai uang. Kalau sudah terjadi, berapa event lain yang akan terdampak? Bagaimana para musisi yang udah berlatih,” ucap Melanie.
“Begitu pula untuk pekerjanya, semua ambil anak magang, dengan janji nanti bisa nonton si A, dan pekerjanya pun anggep nonton konser gratis. NO, tanyakan pada anak2 Subono, berapa kali kami nonton konser kami sendiri,” imbuh Melanie.
Event Lain Kena Imbas
Ketua Umum Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) Dino Hamid mengakui insiden dalam Festival Berdendang Bergoyang tersebut, berdampak buruk untuk para event organizer atau promotor yang akan menyelenggarakan kegiatan kerumunan massa.
Perizinan bertambah ketat. Banyak aturan tambahan baru yang harus dipatuhi. Semisal tidak memperbolehkan konser atau festival musik di dalam ruangan dan aturan waktu penyelenggaraan yang hanya sampai pukul 18.00 WIB.
“Saat ini saja, ada beberapa event yang tidak dikeluarkan izin. Kejadiannya baru minggu lalu, tetapi banyak sekali kita terima aduan event-event yang terimbas,” kata Dino dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis (3/11).
Bahkan, tiga festival musik berskala besar, Soundrenaline, Head in The Clouds, dan Djakarta Warehouse Project terancam batal karena terkendala perizinan.
Termasuk konser Dewa 19 di Jakarta International Stadium (JIS) yang awalnya diselenggarakan pada 12 November mundur menjadi 4 Februari 2023 karena belum mengantongi izin dari kepolisian.
"Isu kemarin yang kita dengar dan lihat, rasanya seperti pengumuman pada 2 Maret 2020 bahwa ada COVID-19 di Indonesia. Padahal, selama ini kita mencoba membangun sistem agar memajukan industri. Kita tidak mau menyalahkan pelakunya karena kejadian itu bisa terjadi di mana saja," Dino menambahkan.
APMI berharap pemerintah bisa membuat kebijakan yang positif bagi industri terkait dengan pelaksanaan acara musik. APMI juga mengajak para promotor, event organizer, dan penyelenggara acara pertunjukan musik agar menerapkan Standard Operating Procedure (SOP) keamanan demi kebaikan bersama. APMI bersedia melakukan kolaborasi pendampingan secara ketat dari awal hingga akhir penyelenggaraan.
“Tidak ada lagi yang secara emosional membuat sebuah acara tanpa mengetahui proses hulu-hilir yang tepat dan benar," ucap Dino.
Baca juga:
- Menelisik Aspek Psikologis dari Kasus Ayah Bunuh Anak Kandung di Depok
- Gangguan Ginjal Akut Misterius: Mulai Obat Antidotum, Penyebab, Temuan BPOM, hingga Sanggahan Industri Farmasi
- Kasus Ferdy Sambo: Ketika Permintaan Maaf Hanya Dianggap Skenario Menutupi Kebohongan
- Jelang KTT ASEAN: Krisis Perdamaian di Myanmar Menjadi Isu Krusial Kawasan Asia Tenggara