Jelang KTT ASEAN: Krisis Perdamaian di Myanmar Menjadi Isu Krusial Kawasan Asia Tenggara
Presiden Jokowi dalam KTT ke-38 ASEAN di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam pada 26 Oktober 2021. (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Sebelum memulai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 15-16 November 2022, Presiden Jokowi terlebih dahulu akan menghadiri KTT ASEAN di Phnom Penh, Kamboja pada 10-13 November 2022.

Presiden, sebelumnya, sudah mengusulkan kepada Perdana Menteri Kamboja Hun Sen sebagai Ketua ASEAN agar memprioritaskan juga pembahasan implementasi Konsensus Lima Poin guna membantu penyelesaian krisis Myanmar.

Sejauh ini, menurut Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, para Menlu negara-negara anggota ASEAN sudah melakukan pertemuan dan menyusun rekomendasi terkait implementasi konsensus tersebut yang hingga saat ini tidak ada kemajuan signifikan.

“Alih-alih ada kemajuan, situasi bahkan dikatakan memburuk. Bahasa yang dipakai oleh chair adalah 'deteriorating and worsening'. Ini merupakan refleksi dari apa yang disampaikan oleh para menlu ASEAN,” kata Retno melansir Antara pada 27 Oktober 2022.

Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi (Dokumentasi Kemenlu)

Tentu sangat disayangkan. Konsensus Lima Poin adalah keputusan para pemimpin ASEAN. Merupakan hasil dari pertemuan khusus sebelumnya. Jenderal Min Aung Hlaing sebagai pengambil alih kekuasaan di Myanmar, kata Retno, juga hadir ketika itu,

Konsensus Lima Poin disepakati pada 24 April 2021. Konsensus menyerukan: penghentian kekerasan; dialog dengan semua pemangku kepentingan;, menunjuk utusan khusus untuk memfasilitasi mediasi dan dialog; mengizinkan ASEAN memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Myanmar; serta mengizinkan utusan khusus ASEAN mengunjungi dan bertemu dengan pemangku kepentingan di Myanmar.

Imbas Konflik

Memelihara perdamaian di kawasan ASEAN merupakan poin penting dalam memajukan kerjasama yang kokoh. Konflik yang terjadi di Myanmar tentu berimbas juga ke negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Contoh terkait arus pengungsi.

Menurut Penasihat Kementerian HAM Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (NUG), Aung Kyaw Moe, penderitaan pengungsi Rohingya di Indonesia dan Bangladesh belum berhenti. Bukan tidak mungkin pula etnis lainnya akan mengalami penderitaan yang sama.

Itulah mengapa, dalam diskusi peringatan 5 tahun genosida etnis Rohingya secara virtual pada 25 Agustus lalu, Moe menyerukan Indonesia agar melakukan lebih banyak upaya dalam menyelesaikan isu kemanusiaan di Myanmar.

Permintaan itu dilayangkan dalam kapasitas Indonesia yang akan memegang keketuaan ASEAN pada 2023.

"Saya pikir, pemerintah Indonesia perlu berbuat lebih banyak untuk memastikan (masalah ini) selesai. Apa yang terjadi, yakni genosida, telah terjadi kemarin, namun mungkin akan terjadi lagi besok," kata Moe dilansir dari Reuters.

Jenderal Min Aung Hlaing saat menjabat Panglima Militer Myanmar diwawancarai televisi Rusia pada 2 Juli 2020, sebelum akhirnya melakukan kudeta pada Februari 2021. (seniorgeneralminaunghlaing.com.mm) 

Myanmar saat ini dipimpin oleh militer yang melakukan kudeta pada Februari 2021. Sejumlah politikus Myanmar sudah berulang kali menyerukan negara ASEAN agar jangan berhubungan dengan NUG, yakni kelompok militer yang menggulingkan pemerintah Myanmar. Sebab, mereka  adalah teroris. 

Namun, kata Retno, pendekatan dengan junta militer semata-mata dilakukan untuk mengimplementasikan konsensus dan bukan merupakan pengakuan terhadap junta sebagai pemerintah Myanmar.

Engagement dengan junta militer Myanmar tidak ada kaitannya dengan masalah pengakuan. Kita yakin, hanya dengan engagement all stakeholders, maka ASEAN akan dapat menjalankan fungsi memfasilitasi berlangsungnya dialog. Dan dialog nasional inilah yang diharapkan akan dapat membahas masa depan Myanmar,” tutur Retno.

Adapun permasalahan dalam negeri Myanmar memang hanya dapat diselesaikan oleh mereka sendiri.

“Oleh karena itu, dialog di antara mereka sangat penting, tugas ASEAN hanya memfasilitasi,” ujar Retno.

Stabilitas politik dan keamanan negara Myanmar tak terkendali. Pihak militer mengambil alih kekuasaan pada Februari 2021. (Antara)

Dalam pidato di televisi pemerintah pada 1 Agustus lalu, Pemimpin junta Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing pun sudah menyanggupi akan menjalankan poin-poin konsensus tersebut tahun ini di bawah kerangka kerja ASEAN.

“Kami tidak dapat memenuhi konsensus tersebut tahun lalu karena kurangnya stabilitas yang sebagian disebabkan oleh pandemi virus corona,” tuturnya.

Selain konsensus, para menlu dalam KTT ASEAN juga akan bertukar pandangan tentang isu-isu penting regional dan internasional, terutama yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 dan ketegangan politik dunia. Serta, mendorong kerja sama nyata dengan mitra dialog dalam berbagai pertemuan tingkat menteri terkait.

KTT ASEAN akan membahas pula cara-cara memajukan pembangunan Komunitas ASEAN yang berpusat kepada rakyat dan mengatasi tantangan bersama dengan tema ‘ASEAN Addressing Challenges Together (ASEAN ACT). Menegakkan sentralitas dan solidaritas ASEAN di tengah ketidakpastian dan tantangan regional dan global.