Bagikan:

JAKARTA - Pernyataan Ketua DPR RI Puan Maharani yang menekankan mengenai ASEAN Solidarity dalam Sidang Umum ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) ke-44 dinilai mampu mempersatukan negara di Asia Tenggara dalam menghadapi persoalan geopolitik di kawasan. Puan dianggap tepat membawa isu tersebut dalam sidang forum Parlemen se-Asia Tenggara itu.

Pernyataan Puan tersebut disampaikan di hadapan parlemen-parlemen negara ASEAN yang hadir dalam Sidang Umum AIPA ke-44 di Jakarta. Puan mengajak anggota AIPA untuk lebih solid, mencari persamaan di antara negara-negara ASEAN, dan berupaya memperkecil perbedaan.

"Pernyataan Ketua DPR Puan Maharani yang mendorong ASEAN solid dalam merespons dinamika geopolitik kawasan tentu saja semakin memberi kesan bahwa menjaga sentralitas ASEAN adalah krusial," ujar Pengamat Hubungan Internasional, Anton Aliabbas, Selasa 8 Agustus.

Sidang Umum AIPA ke-44 berlangsung sejak 5 sampai 11 Agustus mendatang yang dihadiri oleh Ketua dan Anggota Delegasi Anggota AIPA minus Myanmar, Sekretaris Jenderal AIPA, 18 negara observer dan tamu, serta 10 organisasi internasional.

Event bergengsi di ASEAN itu merupakan salah satu puncak keketuaan DPR RI di AIPA, sejalan dengan keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2023. Bertindak sebagai tuan rumah, DPR RI mengusung tema 'Responsive Parliaments for a Stable and Prosperous ASEAN' yang merupakan komitmen parlemen ASEAN untuk ikut menciptakan perdamaian dan kesejahteraan di Asia Tenggara.

Dalam berbagai kesempatan pada Sidang AIPA ke-44, Puan terus mengajak parlemen anggota AIPA untuk lebih solid mengingat ada banyak tantangan multi-dimensi yang dihadapi oleh negara-negara Asia Tengggara. Salah satu hal yang disampaikan Puan adalah pentingnya AIPA berkontribusi menurunkan ketegangan (geopolitical tension) akibat persaingan antara kekuatan besar di Asia Tenggara.

Menurut Anton, pernyataan Puan tersebut harus direspons oleh parlemen-parlemen ASEAN. Posisi Puan sebagai Presiden AIPA 2023 memiliki peranan besar untuk semakin didengar oleh kalangan pemimpin di Asia Tenggara.

"Sebab, dinamika geopolitik kawasan membuka ruang yang semakin besar terjadinya polarisasi antara pro Washington versus pro Beijing. Dan jika polarisasi ini menguat tentu akan dapat berdampak pada kohesivitas ASEAN itu sendiri," terang Anton.

Dosen Universitas Paramadina itu pun mengatakan, pelibatan parlemen terhadap persoalan-parsoalan global akan memberikan dampak krusial untuk masyarakat internasional.

Anton menyebut, parlemen dapat memberi solusi persoalan di kawasan karena memiliki peran dalam menyambung suara rakyat yang merasakan kegelisahan akibat berbagai krisis, misalnya dalam isu perdamaian, defisit pembangunan serta perubahan iklim seperti yang disampaikan Puan.

"Peran Parlemen perlu dikuatkan dalam mengambil peran terhadap tantangan di ASEAN. Dalam pertemuan bersama Parlemen Asia Tenggara, sudah tepat Puan menyatakan bahwa Parlemen perlu terlibat menangani berbagai permasalahan internasional, karena berbagai krisis global telah berdampak bagi rakyat," tuturnya.

Selain soal tantangan geopolitik di kawasan, Puan juga mengangkat sejumlah isu pada Sidang AIPA ke-44. Mulai dari pemberdayaan perempuan dan kalangan muda, hingga terkait konflik Myanmar yang diharapkan menjadi perhatian bersama oleh anggota AIPA.

Anton menjelaskan, problem internal kawasan yang dihadapi ASEAN seperti konflik Myanmar tetap membutuhkan perhatian dari seluruh negara di Asia Tenggara. Oleh karena itu, ia menilai Puan sangat mengerti permasalahan di ASEAN sehingga mendorong implementasi konsesus lima poin penyelesaian konflik Myanmar di Sidang Umum AIPA.

"Sejauh ini, junta Myanmar masih resisten dengan formula yang ditawarkan ASEAN. Konsensus 5 Poin masih belum terlihat efektivitasnya. Oleh karena itu, langkah memperkecil ruang perbedaan di tubuh ASEAN mau tidak mau harus tetap diupayakan," terang Anton.

Menyusul keketuaan Indonesia di ASEAN, Anton menilai dukungan persatuan dan kesatuan yang selalu digaungkan akan menambah nilai Indonesia di kalangan Asia Tenggara, maupun di lingkup dunia.

"Dan sebagai 'natural leader' di ASEAN, kiprah nyata Indonesia dalam menegaskan dan menguatkan sentralitas ASEAN selalu ditunggu," sebut Head of Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) itu.

Di sela-sela Sidang Umum AIPA ke-44, Puan juga melakukan berbagai pertemuan khusus dengan sejumlah delegasi parlemen. Termasuk parlemen dari negara-negara observer.

Puan banyak mendukung peningkatan kerja sama Indonesia dengan negara-negara sahabat di berbagai sektor, seperti dalam bidang pendidikan, ekonomi, perdagangan, bahkan pada isu politik dan keamanan.

Anton pun menyoroti isu yang dibawa Puan saat melakukan bilateral meeting dengan delegasi Maroko sebagai negara observer. Puan mengajak Maroko untuk terus konsisten bersama Indonesia dalam komitmen memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

"Penyuaraan dukungan kemerdekaan Palestina dalam pertemuan bilateral dengan Maroko oleh delegasi DPR yang dipimpin Puan Maharani patut diapresiasi,” ujar Anton.

Langkah diplomasi parlemen yang dilakukan Puan itu dianggap tepat. Sebab, menurut Anton, cucu Bung Karno tersebut memiliki peran dalam pengupayaan kemerdekaan Palestina melalui jalur diplomatik.

“Bagaimanapun juga upaya-upaya diplomatik untuk menjadikan Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat tetap harus dilakukan terus menerus,” ungkapnya.

“Semangat dan komitmen seperti ini sejatinya memang harus terus menerus dilakukan dalam berbagai forum bilateral dan multilateral. Dengan begitu, kita tetap merawat ingatan publik bahwa Indonesia selalu menyuarakan kemerdekaan Palestina," sambung Anton.