Menanti Tim Pencari Fakta Baku Tembak Polri-FPI
JAKARTA - Polda Metro Jaya mengklaim memiliki bukti CCTV yang merekam penyerangan ke polisi sehingga terjadi penembakan terhadap enam laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek.
Padahal, saat kejadian bentrokan, CCTV di Tol Jakarta-Cikampek KM 49-71 yang dimiliki Jasa Marga dalam kondisi mati. CCTV ini menjadi bukti penting kebenaran kejadian yang memiliki dua narasi berbeda.
Polisi menyebut penembakan dilakukan karena laskar menyerang dan terjadi baku tembak. Namun, FPI membantah pernyataan polisi dan menegaskan laskar tidak memiliki senjata api.
"Ada, (CCTV) ini sedang kita bongkar. CCTV ada 3 rangkaian server. Kemudian sampai jalan Cikampek ini masih dikumpulkan oleh penyidik untuk dilakukan ekstrak," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan, Selasa, 8 Desember.
Saat disinggung soal pernyataan Jasa Marga yang sebelumnya menyebut jika kamera CCTV Tol Jakarta-Cikampek sedang mengalami gangguan pada saat kejadian, Yusri enggan berkomentar.
Dia hanya menyampaikan pihaknya masih mengumpulkan rekaman CCTV tersebut. "Masih didalami semuanya saya bilang," katanya.
Yusri juga menyebut pihaknya akan memaparkan alat bukti perihal kepemilikan senjata api (senpi) yang disebut memang digunakan anggota laskar khusus FPI pengawal Rizieq Shihab.
Salah satu bukti yang didalami berupa peluru berukuran 9 mm. Saat ini, peluru masih diuji balistik. Jika nantinya uji balistik sudah rampung, kata Yusri, polisi akan melakukan langkah hukum lainnya. Sehingga, memperkuat dasar hukum kepemilikan senpi tersebut.
"Masih uji balistik makanya kan perkembangan kasus masih kita dalami tiap alat bukti. Nanti kita gelarkan pra rekonstruksi dan rekonstruksi. Pada saatnya akan kita sampaikan," ucap dia.
Namun, Mabes Polri memutuskan untuk menarik penanganan perkara penembakan enam laskar khusus pengawal Rizieq Shihab. Perkara ini sebelumnya ditangani Polda Metro Jaya.
"Saat ini kasus tersebut sudah ditarik ke Mabes Polri," ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono.
Dalam penanganan perkara ini, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) juga membentuk tim khusus. Tim ini akan mengawasi proses penanganan perkara.
"Kadiv Propam sudah membentuk tim. Semua tindakan yang dilakukan oleh anggota dalam sidik dilakukan pengawasan dan pengamanan oleh Divisi Propam. Itu dilakukan agar pengusutan kasus ini transparan," kata Argo.
Perlunya Tim pencari fakta
Sejumlah pemerhati hingga organisasi sosial bersuara terkait bentrokan antara polisi dan laskar khusus pengawal Rizieq Shihab, mulai dari Indonesia Police Watch (IPW), Setara Institute, hingga KontraS.
Meski polisi mengklaim memiliki bukti pamungkas yang menunjukan ada penyerangan dari laskar FPI, organisasi tersebut sepakat bahwa harus ada tim pencari fakta yang mengusut kasus ini.
Ketua Presidium IPW, Neta S. Pane meminta adanya pembentukan tim pencari fakta independen untuk mengungkap kejadian sebenarnya. Sebab antara versi Polri dan versi FPI sangat jauh berbeda penjelasannya.
"Polri mengatakan, anggotanya ditembak Laskar Khusus FPI yang mengawal Rizieq. Apakah benar bahwa Laskar FPI itu membawa senjata dan menembak polisi? Sebab menurut Siaran Pers FPI, rombongan Rizieq lah yang lebih dulu dihadangan sekelompok orang yang berpakaian sipil, sehingga mereka menduga akan dirampok orang tak dikenal di jalan tol," kata Neta.
Ketua Setara Institute, Hendardi menilai kasus penembakan ini berujung pada babak baru dan menimbulkan kontroversi lanjutan. Divisi Pengamanan Profesi dan Pengamanan (Propam) diminta untuk melakukan evaluasi atas fakta yang ada sehingga diketahui alasan yang membenarkan penggunaan senjata api dalam peristiwa ini.
Lalu, Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti mendesak Kapolri Jenderal Idham Aziz untuk untuk melakukan proses hukum secara terbuka dan adil terhadap anggota kepolisian yang terbukti melakukan penembakan terhadap para korban.
"Kapolri juga harus memastikan bahwa tidak ada upaya tekanan dan ancaman baik secara fisik maupun psikis terhadap korban yang bertujuan untuk menghentikan proses hukum dan akuntabilitas internal Polri," katanya.
Baca juga:
Komnas HAM dianggap jadi solusi
Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI), Munarman meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusut kasus penembakan enam laskar khusus pengikut Rizeq Shihab oleh kepolisian.
"Kami akan berupaya melapor ke Komnas HAM secara terbuka untuk melakukan penyelidikan. Karena itu, instrumen yang kita minta bergerak adalah Komnas HAM," kata Munarman.
Munarman menyebut pihaknya tidak akan melapor insiden penembakan jajarannya kepada pihak propam Polri. Sebab, Munarman meragukan kasus penembakan oleh polisi akan diusut dengan independen. Itu sebabnya FPI meminta Komnas HAM turun tangan.
"Ini disebut dengan pelanggaran berat hak asasi manusia. Mereka yang melakukan pembunuhan di luar proses hukum ini, mestinya diadili oleh pengadilan HAM," ungkap Munarman.
Merespons hal ini, Komnas HAM akan membentuk tim untuk mendalami berbagai informasi yang berkaitan dengan insiden penembakan yang menewaskan enam orang laskar khusus Front Pembela Islam di Jalan Tol Cikampek, Senin, 7 Desember dini hari tadi.
Tim ini, sambung dia, mendalami informasi dan mengumpulkan fakta dari pihak yang terkait langsung dengan peristiwa tersebut. Termasuk, menggali keterangan langsung dari pihak FPI.
"Komnas HAM melalui (bidang) pemantauan dan penyelidikan telah membuat tim. Saat ini (tim) sedang mendalami informasi untuk memperdalam berbagai informasi yang beredar di publik," kata Komisioner Komnas HAM bidang Pemantauan dan Penyelidikan Choirul Anam.
Mabes Polri tak mempermasalahkan langkah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk tim investigasi untuk mendalami berbagai informasi soal insiden penembakan yang menewaskan enam orang Laskar Khusus FPI ini.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono mengatakan, dengan adanya tim bentukan Komnas HAM itu justru akan membantu pengawasan dari sisi eksternal.
"Ya enggak apa-apa itu bentuk pengawasan eksternal, nanti kami akan membantu, terkait data apa-apa saja yang dibutuhkan," ujar Awi kepada wartawan, Selasa, 8 Desember.