Presiden Tak Perlu Bentuk Tim Pencari Fakta Baku Tembak FPI-Polri, Sudah Ada Tim dari Komnas HAM
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Politikus Partai Gerindra Fadli Zon meminta pemerintah membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengusut kasus penembakan terhadap enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Jalan Tol Jakarta-Cikampek pada Senin, 7 Desember lalu. Di saat yang bersamaan, sudah ada tim yang bergerak mengusut kasus ini, yaitu Propam Mabes Polri dan Komnas HAM.

Permintaan Fadli Zon ini disampaikannya pada Kamis, 10 Desember kemarin melalui akun Twitternya @fadlizon. Dalam sebuah utas, anggota DPR RI ini meminta agar Jokowi membentuk TGPF guna mengusut kasus ini. 

"Presiden harus membentuk TGPF dan memerintahkan pemeriksaan polisi yang terlibat penembakan di Karawang," kata Fadli lewat akun Twitternya yang bercentang biru tersebut.

Ada empat alasan mengapa dirinya meminta agar tim ini dibentuk. Pertama tim ini dibentuk agar pengusutan kasus ini bisa lebih independen karena polisi saat ini menjadi pihak yang berperkara.

Kedua, langkah ini harus diambil karena tingkat kepercayaan terhadap polisi sangat rendah bahkan cenderung tak dipercaya.

Ketiga, extra judicial killing terhadap warga sipil seperti enam orang laskar tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran HAM berat. Sehingga perlu pengusutan dengan upaya ekstra.

"Tindakan seperti itu (penembakan, red) dilarang, baik oleh hukum HAM internasional maupun oleh peraturan perundang-undangan di negeri kita," tegasnya.

Dia juga menilai langkah yang diambil oleh kepolisian ini tidak tepat. Sebab, polisi harusnya memprosesnya dengan ketentuan pidana yang berlaku. Hanya saja, hal ini tidak bisa dilakukan, karena proses extra judicial killing membuat enam orang yang diduga melanggar hukum tidak bisa diadili sesuai dengan tuduhan polisi.

"Dan rakyat melihat mereka tak sedang berperkara dengan polisi," katanya.

Alasan terakhir, Fadli mengatakan, TGPF harus dibentuk karena banyak keganjilan dalam kasus tersebut dan sulit diterima.

"Misalnya, disebutkan ada aksi tembak menembak tapi di mana tempat kejadian perkaranya? Mana bukti serangan terhadap aparat kepolisiannya? Bagaimana satu mobil anggota FPI bisa menyatroni tiga buah mobil yang ditunggangi aparat," tanyanya.

"Sehingga saya meminta kepada presiden segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta untuk mengusut masalah ini. Selain itu, semua aparat kepolisian yang terlibat dalam peristiwa penembakan harus diperiksa dan diselidiki agar diketahui siapa pimpinan yang bertanggung jawab atas tindakan sewenang-wenang semacam itu," imbuhnya.

Tenaga ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan menyebut, pembentukan tim gabungan ini dinilai belum diperlukan. Sebab, saat ini sudah ada tim yang sudah bergerak mencari fakta terkait kasus penembakan ini.

"Kan sudah ada Komnas HAM yang tupoksinya sesuai undang-undang," kata Ade saat dihubungi VOI.

"Komnas HAM sebagai lembaga negara kan dibentuk untuk menilai apakah dalam suatu peristiwa itu adakah pelanggaran HAM yang terjadi," imbuhnya.

Setelah peristiwa penembakan terhadap enam laskar FPI, Komnas HAM diketahui membuat tim yang tujuannya mendalami informasi dan mengumpulkan fakta dari pihak yang terkait langsung dengan peristiwa tersebut. Termasuk, menggali keterangan langsung dari pihak FPI.

Terbaru, Komnas HAM bakal meminta keterangan dari Direktur Utama PT Jasa Marga Subakti Syukur dan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran. Pemanggilan keduanya dijadwalkan pada pekan depan.

"Tim telah melayangkan surat panggilan untuk permintaan keterangan kepada Direktur Utama PT Jasa Marga dan Kapolda Metro Jaya," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara saat dikonfirmasi VOI.

Menurut Beka Ulung, tim penyelidikan Komnas HAM telah melakukan permintaan keteranga kepada sejumlah pihak yang terkait dalam kasus ini. Di antaranya adalah FPI, saksi, keluarga korban enam laskar yang meninggal, dan masyarakat.

"Tim juga melakukan pemantauan lapangan secara langsung dan sedang memperdalam tempat kejadian perkara," ucap dia.

"Permintaan keterangan ini guna melengkapi berbagai informasi yang telah didapat dan sedang didalami. Semoga semua pihak dapat bekerja sama untuk membuat terangnya peristiwa," lanjutnya.

Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani juga angkat bicara soal desakan TGPF yang diserukan oleh Fadli Zon tersebut. Kata dia, secara prinsip FPI maupun pendukungnya memang berhak menuntut pemerintah untuk bekerja lebih optimal. 

Namun, dia meminta semua pihak sebaiknya menunggu hasil penyelidikan tim yang sudah ada seperti tim dari Propam Mabes Polri dan Komnas HAM. Karena, TGPF biasanya hanya dibentuk jika institusi yang sudah melakukan penyelidikan di awal tidak mampu menyelesaikan kasus secara memadai dan objektif.

"TPF atau tim independen adalah alternatif mekanisme politik karena itu seringkali dibentuk oleh presiden jika institusi yang existing tidak bisa memberikan penjelasan yang memadai atau penyelidikannya objektif," kata Ismail.

Dirinya kemudian meminta agar semua pihak, FPI maupun publik untuk membiarkan terlebih dahulu tim yang ada untuk bekerja, menyelidiki, atau mengklarifikasi berbagai macam kontroversi yang berkaitan dengan kasus penembakan ini.

"Saya melihatnya berikan kesempatan pada organ yang tersedia. Karena dalil dari kehadiran tim independen adalah adanya ketidakpercayaan dari produk kerja institusi yang sudah tersedia," ungkapnya.

"Ini kan institusinya belum bekerja. Bagaimana mungkin kita tidak percaya karena belum bekerja. Maka, berikan dulu kesempatan kepada mereka untuk bekerja," pungkasnya.