Koruptor Buron, Pelajaran untuk KPK Memburu Harun Masiku
JAKARTA - Mantan calon legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku telah ditetapkan sebagai tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus yang menjerat Masiku adalah tindakan suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Namun hingga kini Harun Masiku belum juga ditahan. Menurut laporan, Harun Masiku meninggalkan Indonesia menuju Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum OTT Wahyu. KPK beralasan, pihaknya tidak mengetahui Harun pergi ke Singapura.
Belakangan pihak imigrasi mengatakan, Harun sudah berada di Indonesia pada 7 Januari 2020. Namun, hingga kini, Harun tak diketahui berada di Indonesia atau di luar negeri.
Kasus buron seperti Harun Masiku bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, KPK juga pernah berada di situasi yang sama, mengejar buronan yang merugikan miliaran hingga triliunan uang rakyat.
Dihimpun oleh Tim VOI, Selasa 28 Januari, berikut kasus-kasus buronan yang pernah ditangani KPK, bahkan ada yang keberadaan tersangkanya belum tertangkap.
1. Anggoro Widjojo (Suap Kementerian Kehutanan)
Anggoro Widjojo adalah buronan KPK yang pengejarannya cukup lama. Anggoro menjadi tersangka kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan. Anggoro terbukti menyuap empat anggota Komisi IV DPR; Azwar Chesputra, Al-Amin Nur Nasution, Hilman Indra, dan Fachri Andi Leluas, agar mendapatkan proyek sebesar Rp 180 miliar. Ia lalu kabur melalui Singapura pada 2009.
Anggoro akhirnya berhasil ditangkap pada Januari 2014 di Kota Zhenhen, China. Dia disidang dan dihukum pidana penjara selama lima tahun serta denda Rp250 juta subsider dua bulan kurungan. Hukuman Anggoro diperberat karena Anggoro melarikan diri ke luar negeri dan memberikan pernyataan yang berbelit-belit selama persidangan.
Baca juga:
2. Sjamsul Nursalim (BLBI)
Pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim merupakan tersangka korupsi kasus BLBI dan masuk dalam DPO pada September 2019. Menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Sjamsul Nursalim terbukti memperkaya diri hingga sebesar Rp4,58 triliun atas penerbitan SKL BLBI oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Pihak KPK telah dua kali memanggil kedua orang itu. Panggilan pertama dilakukan pada Jumat 28 Juni 2019 dan panggilan kedua pada Jumat 19 Juli 2019.
Dalam pencarian Sjamsul Nursalim, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan interpol dan sudah mengirimkan surat DPO ke mereka. Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura juga telah mengumumkan pencarian terhadap kedua orang tersebut. Hingga kini Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim masih belum diketahui keberadaannya.
Baca juga:
3. Nazaruddin (Wisma Atlet)
Pada 30 Juni 2011, mantan bendahara umum Partai Demokrat, M. Nazaruddin, ditetapkan sebagai tersangka atas kasus suap wisma atlet Kemenpora. Namun, diketahui bahwa Nazaruddin dan istrinya meninggalkan Indonesia sejak 23 Mei 2011.
Selama 75 hari, Nazaruddin berpindah-pindah ke berbagai negara yaitu Singapura, Malaysia, Vietnam, Kamboja, hingga Kolombia, yang pada akhirnya polisi berhasil menangkapnya di sana. Nazaruddin berhasil berpergian ke berbagai negara menggunakan paspor sepupunya, M. Syarifuddin.
Nazaruddin mendapatkan dua vonis yang berbeda. Pertama pada 20 April 2012, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan Nazaruddin pida 4 tahun 10 bulan dan denda Rp 200 juta.
Kedua, Nazaruddin divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim pada 15 Juni 2016 dan diwajibkan membayar denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan.
Untuk dakwaan yang kedua, Nazaruddin didakwa menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya yang jumlahnya mencapai Rp40,37 miliar.
4. Miryam S. Haryani (Kasus e-KTP)
KPK menetapkan mantan anggota DPR dari Partai Hanura, Miryam S. Haryani sebagai tersangka megakorupsi proyek pengadaan e-KTP. Miryam dijadikan sebagai tersangka setelah memberikan keterangan palsu saat bersaksi persidangan terdakwa Irman dan Sugiharro atas kasus e-KTP.
Miryam beralasan jika ia ditekan penyidik yang menginterogasinya hingga akhirnya mencabut BAP-nya. Miryam berdalih jika para penyidik sempat menyatakan bahwa mestinya pada 2010 dirinya sudah ditangkap KPK. Belakangan, keterangan tersebut dibantah oleh penyidik KPK, Novel Baswedan.
Pada 27 April 2016, Miryam S. Haryani masuk dalam daftar buronan KPK. Namun hanya membutuhkan waku lima hari untuk menangkap Miryam.
Di persidangan, Miryam divonis 5 tahun penjara dengan denda Rp200 juta. Vonis tersebut lebih ringan dibanding dengan tuntutan jaksa yang meminta agar Miryam divonis delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan.
5. Nunun Nurbaeti (Korupsi cek pelawat)
Nunun Nurbaeti menjadi tersangka kasus korupsi cek pelawat Gubernur Bank Indonesia pada 2011. Dia buron pada Februari 2011 dan berhasil ditangkap KPK di Thailand pada Desember 2011.
Pihak KPK bekerja sama dengan Kepolisian Thailand, Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri), dan Kementerian Luar Negeri RI melalui Kedutaan Besar RI di Bangkok untuk mengejar Nunun. Awalnya pihak keluarga Nunun Nurbaeti mengklaim Nunun sakit ingatan berat sehingga harus berobat ke luar negeri.
Dalam persidangan, Majelis Hakim Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman dua tahun enam bulan penjara terhadap Nunun Nurbaeti karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan memberi suap ke sejumlah anggota DPR 1999-2004 terkait pemenangan Miranda S Goeltom sebagai DGSBI 2004. Nunun juga diharuskan membayar denda Rp150 juta subsider tiga bulan. Pada 2014, Nunun Nurbaeti menghirup udara bebas.