Bagikan:

JAKARTA - Dalam sebuah acara talkshow, anggota DPR RI Komisi III Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu tiba-tiba menunjukkan surat perintah penyelidikan (Sprinlidik) terkait kasus suap yang menjerat komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan caleg dari PDIP Harun Masiku.

Bocornya surat tersebut, membuat Koalisi Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) meminta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut siapa yang membocorkan surat itu kepada Masinton.

"Dewan Pengawas KPK harus menelusuri aktor yang memberikan informasi Sprinlidik atas nama Wahyu Setiawan kepada Masinton Pasaribu," kata Wana Alamsyah peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) yang juga tergabung dalam FOINI lewat keterangan tertulisnya, Jumat, 17 Januari.

Wana mengatakan, sprinlidik bukanlah informasi yang bisa diakses publik. Berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 17 huruf a, tindakan ini mempunyai konsekuensi hukum pidana dan punya implikasi lain terhadap kasus yang tengah ditangani KPK.

"Jika mengacu pasal itu, tindakan yang Masinton lakukan diduga dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan atau membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum," ungkap Wana.

Dia menambahkan, kebocoran surat mengenai proses penangan perkara di KPK baik di tingkat penyelidikan maupun penyidikan, bukan hanya kali ini terjadi. FOINI mencatat, ada empat kasus yang informasinya pernah bocor ke publik. Empat kasus ini adalah pertama draf surat perintah penyidikan (Sprindik) atas nama Anas Urbaningrum dalam kasus korupsi proyek Hambalang.

Setelah ramai, KPK merespons dengan membentuk komite etik untuk melakukan pengusutan. Hasilnya, Ketua KPK saat itu Abraham Samad dan sekretarisnya Wiwin Suwandi, dipecat karena melakukan pelanggaran kode etik.

"Kedua, Sprindik atas nama Jero Wacik selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral terkait kasus suap di lingkungan SKK Migas. Ketiga, Sprindik atas nama Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor terkait kasus pemberian izin di Bogor. Keempat, Sprindik atas nama Setya Novanto selaku Ketua DPR terkait kasus PON di Riau," jelasnya.

Nantinya, setelah melakukan pengusutan bocornya sprinlidik dilakukan oleh Dewan Pengawas KPK, Wana juga meminta agar mereka segera melaporkan pihak yang kedapatan membocorkan informasi rahasia tersebut.

"Dewan Pengawas KPK sebagai pihak yang berkepentingan harus melaporkan para pihak yang diduga membocorkan informasi Sprilidik kepada kepolisian," tegas dia dan menambahkan pelaporan ini bisa menggunakan mekanisme hukum pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang yang berlaku.

Mencari Novel Yudi Harahap si pembocor sprinlidik

Masinton Pasaribu mengaku mendapatkan salinan sprinlidik dari seorang pria yang namanya Novel Yudi Harahap pada Selasa, 14 Januari sekitar pukul 11.00 WIB di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap mengatakan, selama 13 tahun bekerja di lembaga antirasuah itu, tak ada orang yang bernama Novel Yudi Harahap. Yudi yang juga seorang penyidik di lembaga tersebut, hanya tersenyum ketika mendengar soal nama Yudi yang terucap dari mulut Masinton itu.

"Saya senyum saja ketika beredar berita di media online yang menyebut ada orang asing bernama Novel Yudi Harahap yang menyerahkan dokumen sprinlidik ke meja anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu," kata Yudi kepada wartawan lewat keterangan tertulisnya, Kamis, 16 Januari.

Nama Novel Yudi Harahap yang seakan menggabungkan nama dirinya dengan penyidik senior Novel Baswedan pun menimbulkan pertanyaan. Sebab, ada kesan Masinton berusaha menggabungkan namanya dengan nama Novel.

"Namanya memang hampir mirip dengan nama saya Yudi Purnomo Harahap tapi tidak ada kata Novel di depan nama saya," tegasnya.

Yudi mengatakan, pada tanggal pemberian sprinlidik yang diungkapkan Masinton, dia sedang berada di luar kota untuk melaksanakan tugas.

"Saya tidak mengetahui apa motif dari orang yang mengaku namanya mirip dengan nama saya tersebut," ungkapnya. 

Selain itu, Yudi menyatakan diri tak terlibat sebagai penyelidik maupun penyidik dalam kasus dugaan suap terhadap Wahyu Setiawan. 

"Apabila keterangan saya dibutuhkan oleh dewas KPK untuk dikonfrontir dengan Bang Masinton, maka saya bersedia," tutupnya.