Sidang Dugaan Korupsi BPR NTB, JPU Hadirkan 3 dari 199 Personel Polda NTB Korban Pencatutan Nama
MATARAM - Sidang kasus dugaan korupsi kredit fiktif Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Nusa Tenggara Barat (NTB) Cabang Batukliang dengan terdakwa Agus Fanahesa dan Jauhari kembali digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Kamis 20 Oktober.
Sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga personel Direktorat Samapta Polda NTB yang masuk daftar korban pencatutan nama dalam kasus ini. Ketiganya adalah Marselinus, Putu Dirgantara, dan Radit.
"Iya, saya masih berdinas di Samapta," kata Marselinus saat sidang, dikutip dari Antara, Kamis 20 Oktober.
Ketika hakim menanyakan dampak dari adanya perkara ini, Marselinus bersama dua rekannya mengaku rugi. "Rugi saya," ujarnya singkat.
Marselinus pun menceritakan dirinya mengetahui persoalan ini berawal dari adanya pengumuman saat apel pasukan di Direktorat Samapta Polda NTB.
"Waktu itu, kami dikumpulkan, diumumkan ada masalah kredit macet di BPR," ujarnya.
Marselinus dengan dua rekannya, Putu Dirgantara dan Radit, mengaku bingung dengan pengumuman tersebut. "Kami tidak pernah ajukan kredit di BPR, kenapa kami ikut dikumpulkan," katanya.
Marselinus baru mengetahui dirinya menjadi korban pencatutan nama di BPR saat mengajukan pinjaman ke Bank Rakyat Indonesia (BRI).
BRI menolak karena nama Marselinus teridentifikasi masuk dalam daftar poin lima di Bank Indonesia (BI) Checking, yang artinya ada tunggakan kredit belum diselesaikan.
"Saat itu saya benar-benar tahu setelah pengajuan pinjaman Rp100 juta saya ditolak karena ada tunggakan kredit," ujarnya.
Kasus Terungkap
JPU dalam dakwaannya menjelaskan, perkara kredit fiktif pada BPR NTB Cabang Batukliang ini muncul dari adanya tunggakan pembayaran.
Tunggakan tersebut terungkap akibat adanya pencatutan nama 199 anggota Ditsamapta Polda NTB dengan kerugian Rp2,38 miliar.
JPU pun menegaskan dalang dari perkara kredit fiktif ini adalah mantan Perwira Administrasi Urusan Keuangan Direktorat Sabhara Polda NTB, I Made Sudarmaya.
Sudarmaya yang kini diketahui bertugas di Polres Bima Kota itu disebut dalam dakwaan sebagai pihak yang menikmati dari pinjaman Rp2,38 miliar. Nilai pinjaman tersebut tercatat dalam pengajuan kredit periode 2014 hingga 2017.
Baca juga:
- PDIP Bantah Provokasi Jokowi untuk Reshuffle Kader NasDem di Kabinet
- Komnas HAM Terbitkan 6.189 Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM Selama 10 Tahun Terakhir
- Survei Populi Center: PDIP, PKS dan Gerindra Paling Banyak Dipilih di Pileg DKI Jakarta
- Kurang Representasikan Pemilih Muslim, Jadi Kekurangan KIB Jika Usung Duet Ganjar-Airlangga
Dalam persidangan, Suhartono, kuasa hukum terdakwa Jauhari, meminta majelis hakim menghadirkan Sudarmaya yang merupakan dalang dari perkara ini. Menurutnya, Sudarmaya penting dihadirkan dalam sidang untuk dikonfrontasi dengan keterangan para saksi.
"Kami meminta kepada majelis hakim untuk menghadirkan Sudarmaya. Kami ingin fakta dalam persidangan ini terungkap jelas," kata Suhartono.
Namun, Majelis Hakim yang diketuai I Ketut Somanasa menanggapinya dengan menyatakan sidang tetap berlanjut sesuai dengan dakwaan jaksa. Majelis Hakim hanya menyebutkan permintaan terdakwa untuk mengkonfrontasi Sudarmaya dengan saksi akan masuk dalam pertimbangan putusan.
"Nanti kami pertimbangkan siapa yang pantas menanggung uang pengganti kerugian negara," ucapnya.
Adapun dua terdakwa dalam kasus ini adalah Jauhari selaku Account Officer BPR NTB Cabang Batukliang dan Agus Fanahesa selaku Kepala Pemasaran BPR Cabang Batukliang.
Keduanya didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.