KPK Tahan Eks Direktur Teknik Garuda Tersangka Kasus Pengadaan Mesin Pesawat

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  menahan eks Direktur Teknik PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno (HDS) untuk 20 hari ke depan. Dia ditahan setelah dijemput paksa KPK karena mangkir dari pemeriksaan sebagai tersangka.

Dia ditetapkan sebagai tersangka suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus ini.

"Setelah dilakukan pemeriksaan untuk penyidikan perkara baik tindak pidana korupsi (TPK) dan TPPU, hari ini penyidik KPK melakukan penahanan di Rumah Tahanan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur untuk 20 hari pertama sejak 4 Desember sampai dengan 23 Desember 2020," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI, Jumat, 4 Desember.

Dalam kasus ini, Hadinoto ditetapkan tersangka sebagai tersangka suap pada 1 Agustus 2019.

Selanjutnya, pada 20 November, KPK menetapkan mantan direktur itu sebagai tersangka tindak pencucian uang.

Atas perbuatannya, Hadinoto kemudian disangkakan dengan dua pasal. Pertama, dia disebut melanggar 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sementara terkait pencucian uang, dia diduga melanggar melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Diberitakan sebelumnya, Hadinoto mangkir dari panggilan KPK. Tak ada kejelasan mengapa dirinya tak hadir untuk diperiksa.

Sebelum Hadinoto, KPK terlebih dahulu menetapkan mantan Dirut Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) dan Connaught International Pte.Ltd. Soetikno Soedarjo sebagai tersangka.

KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan uang suap yang diberikan Soetikno kepada Emirsyah dan Hadinoto tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce akan tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.

Untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran dolar AS.

Pertama, kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce. Kedua, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.

Ketiga, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan keempat kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Selaku konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Selain itu, Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.

Pembayaran komisi tersebut diduga terkait keberhasilan Soetikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia dan empat pabrikan tersebut.

Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah dan Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.

Ada pun rincian pemberian Soetikno kepada Emirsyah dan Hadinoto, yakni pertama untuk Emirsyah, Soetikno diduga memberi Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, 680 ribu dolar AS dan 1,02 juta Euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.

Kedua untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi 2,3 juta dolar AS dan 477 ribu Euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.