Rupiah Melemah Tak Separah Negara Lain, Pengamat: Kita Diuntungkan Krisis Energi dan Ekspor Surplus

JAKARTA - Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat, merespons optimisme Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyebut nilai tukar rupiah masih lebih kuat dibandingkan pelemahan mata uang negara lain, meski mencatatkan depresiasi hingga 6 persen.

"Memang rupiah turun juga terhadap dolar, tetapi dibandingkan mata uang lain pelemahan kita tidak parah. Jika dibandingkan pound turunnya sampai 50 persen, Euro 30 persen, kita cuma 6 persen," ujar Teguh di Jakarta, Rabu, 12 Oktober.

Menurut Teguh, salah satu faktornya adalah Bank Indonesia (BI) yang belum agresif menaikkan suku bunga acuan, jika dibandingkan Amerika maupun Eropa. BI menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi dan stabilisasi nilai tukar rupiah.

Lebih lanjut, Teguh mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat impresif dan tangguh menghadapi ancaman resesi. Terlebih jika dibandingkan dengan negara negara Eropa yang mengalami krisis energi karena perang Rusia-Ukraina.

"Sebaliknya kita diuntungkan karena krisis energi. Kita eksportir batubara. Di Indonesia kita diuntungkan nilai ekspor, neraca perdagangan surplus, alhasil pertumbuhan ekonomi kuat, dan rupiah kuat terhadap dolar AS," kata Teguh.

Namun, kata Teguh, keuntungan Indonesia dari komoditas termasuk sektor energi justru membuat Indonesia masih gagah di tengah tantangan global. Kemudian kondisi pasar saham, juga masih menarik.

"Secara fundamental tidak masalah kalau IHSG turun, karena dihitung dari awal 2022 kita masih naik 5-6 persen, sementara yang lain seperti Thailand Singapura sudah minus," jelas Teguh.

"Kalaupun IHSG turun, ada faktor psikologis yang mempengaruhi atas berita-berita yang beredar tentang resesi 2023," tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyebutkan fundamental perekonomian Indonesia mampu memperlihatkan kinerja yang tetap impresif. Menurutnya, faktor eksternal dan internal menopang pertumbuhan ekonomi di tengah krisis global.

"Indonesia faktor eksternalnya masih sangat kuat. Sehingga Indonesia tidak termasuk dalam negara yang rentan terhadap masalah keuangan. Dari internal, ekonomi kita kuat karena kita punya domestic market. Sekarang konsumsi turut menjadi bagian dari pertumbuhan ekonomi, terlebih diprediksi di tahun depan pun pertumbuhan ekonomi kita di antara 4,8 persen-5,2 persen," kata Menko Airlangga, Selasa, 11 Oktober.

Dalam pemaparan Menko Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini, nilai tukar rupiah memang mencatatkan depresiasi hingga 6 persen. Namun kata Airlangga, itu masih lebih kuat dibandingkan pelemahan mata uang negara-negara lain.