Bagikan:

JAKARTA - Para investor reksa dana, bisa mulai mencermati jenis produk yang diuntungkan dari peningkatan harga komoditas. Pasalnya, sejumlah sentimen global masih membayangi pasar saham hingga pertengahan tahun ini sehingga membuat pasar berfluktuasi.

"Namun dengan tetap menyesuaikan profil risiko investor," kata Head of Investment Bareksa Christian Halim dalam keterangannya, Rabu 25 Mei.

Christian menjelaskan adanya konflik Ukraina dan Rusia yang masih belum ada tanda-tanda berakhir membuat harga komoditas energi akan tetap berada dalam level yang tinggi, terutama pada musim dingin tahun ini. Hal ini akan menyulitkan kawasan Eropa apabila mereka gagal menemukan sumber energi dari negara lain yang cukup untuk menggantikan energi dari Rusia.

Bagi Indonesia, peningkatan harga komoditas energi memberikan dampak positif bagi neraca perdagangan. Indonesia mencatatkan surplus sebesar 7,56 miliar dolar AS pada April 2022, yang didorong oleh neraca perdagangan sektor nonmigas akibat meningkatnya ekspor batu bara, biji besi, dan baja.

"Dengan harga batubara acuan yang tetap tinggi kami melihat Indonesia akan menikmati surplus di sekitar 3–4 miliar dolar AS pada Mei, dan 4–5 miliar dolar AS pada Juni, setelah pemerintah mencabut larangan ekspor kelapa sawit," kata Christian menjelaskan.

Christian juga berpendapat, menguatnya surplus neraca perdagangan pada bulan April 2022 memberikan bantalan bagi yield obligasi dan nilai tukar rupiah yang selama beberapa minggu terakhir mengalami pelemahan. Dengan stabilnya nilai tukar rupiah, diharapkan yield obligasi juga mampu bertahan pada level 7,3–7,5 persen hingga pengumuman kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika pada 15 Juni mendatang.

Akan tetapi, tekanan inflasi global dan peningkatan suku bunga acuan yang terjadi di dunia masih memungkinkan imbal hasil obligasi negara kembali meningkat ke level 7,8–8,0 persen. Sembari menunggu yield obligasi negara meningkat lagi, investor disarankan untuk masuk ke reksa dana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi.

"Kami menyarankan nasabah untuk mulai mencicil pembelian reksa dana pendapatan tetap berbasis obligasi pemerintah ketika yield obligasi menyentuh 7,8 persen. Rekomendasi ini didasari oleh data historis yield akan kembali rebound ke level 7 persen, setelah yield menyentuh 8 persen," kata Christian.

Akumulasi reksa dana Saham

Sementara itu, menurut pandangan Managing Partner Bareksa Prioritas Citra Putri, saat ini hingga awal kuartal ketiga mendatang merupakan waktu yang tepat untuk melakukan akumulasi reksa dana saham dan reksa dana indeks saham, mengingat biasanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak mendatar dan ada potensi koreksi hingga waktu tersebut.

"Kami juga menyarankan untuk investor dapat melakukan akumulasi secara agresif apabila IHSG terkoreksi ke level 6.500–6.600 dengan target Bareksa Prioritas untuk IHSG akhir tahun ini tetap pada level 7.500–7.800," jelas Citra.

Bareksa Prioritas juga menyarankan investor yang ingin melakukan pembelian reksa dana saham saat ini, dapat memilih reksa dana saham yang memiliki bobot saham di sektor yang diuntungkan dari kenaikan harga komoditas saat ini seperti sektor energi, komoditas, dan properti.

Selain itu, investor dapat menghindari reksa dana yang memiliki bobot saham teknologi tinggi, mengingat adanya dampak negatif dari tren kenaikan suku bunga terhadap saham teknologi, yang diproyeksikan masih akan berlanjut.