Saksi Ungkap Mahalnya Rapid Test Pinangki: Ibu Kurang Cocok Made in China, Maunya Korea

JAKARTA - Dokter home care Olivia Santoso mengungkap mahalnya biaya satuan rapid test yang dijalani jaksa Pinangki Sirna Malasari dan sejumlah rekannya di Kejaksaan Agung. Alasannya, Pinangki lebih cocok dengan rapid test buatan Korea bukan China.

“Biasanya saya bawa made in China, ibu kurang cocok. Maunya made in Korea,” kata Olivia dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 2 Desember. 

Olivia Santoso mengatakan, harga rapid test per satuannya Rp700 ribu. Jaksa Pinangki diketahui juga membayarkan rapid test untuk rekan-rekannya. 

"1 orang untuk rapid test harga satuannya Rp700 ribu, waktu itu Ibu minta 25 strip karena saat itu masih awal pandemi jadi harganya mahal dan mintanya yang merk Korea," ujar Olivia.

"Untuk 20 April tidak hanya rapid test tapi ada suntik juga untuk satu keluarga dan staf, kemudian untuk 11 Mei sebesar Rp19 juta untuk 'rapid test' bio sensor 'made from Korea' 50 strip untuk satu keluarga di rumah Pakubuwono, Dharmawangsa, maupun Sentul atau orang kejaksaan ibu, staf-stafnya," papar Olivia.

Jaksa Pinangki didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam dakwaan diuraikan gaji Pinangki belasan juta, tapi untuk urusan kesehatan pribadi nomor wahid. 

Dalam surat dakwaan, jaksa Pinangki disebut mengeluarkan uang Rp176 juta untuk pembayaran dokter home care. Uang itu dikeluarkan Pinangki dalam waktu 10 bulan.

Dalam dakwaan pencucian uang, Pinangki menurut jaksa mencuci uang dari hasil tindak pidana korupsi yakni dari Djoko Tjandra dalam pengurusan Fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung. Pinangki menyamarkan asal usul harta kekayaan dengan cara menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membyarkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan mata uang. 

Menurut jaksa, Pinangki menerima 500 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra lewat Andi Irfan Jaya. Sebesar 50 ribu dolar AS diserahkan ke Anita Dewi Kolopaking seorang pengacara. Sisa uang 450 ribu dolar AS ini yang didakwa jaksa dilakukan pencucian uang. 

Dalam surat dakwaan, Pinangki diketahui menukar mata uang USD337.600 menjadi mata uang rupiah Rp4.753.829.000. Duit ini lantas digunakan Pinangki membeli mobil BMW X5 seharga Rp1.753.836.050.

Ada juga yang digunakan untuk membayar sewa apartemen di Amerika Serikat sebesar Rp412.705.554. Digunakan juga untuk pembayaran dokter kecantikan di AS.

“Terdakwa melakukan pembayaran dokter kecantikan di AS pada 16 Desember 2019 sebesar Rp419.430,” sebut jaksa.

Kemudian duit dari Djoko Tjandra digunakan untuk pembayaran dokter home care, pembayaran kartu kredit dan pembayaran sewa apartemen Darmawangsa Essence.

“Maka jumlah keseluruhan uang yang digunakan  terdakwa adalah USD 444.990 atau setara Rp6.219.380.900,” kata jaksa.