Sulawesi Utara Diserahkan Jepang kepada Belanda dalam Sejarah Hari Ini, 10 Oktober 1945

JAKARTA – Sejarah hari ini, 77 tahun yang lalu, 10 Oktober 1945, Penjajah Jepang menyerahkan Sulawesi Utara kepada Belanda di bawah panji Nederlandsche Indische Civil Administration (NICA). Jepang dalam penyerahan itu diwakili oleh Laksamana Hamanaka.

Penyerahan Sulawesi Utara buat Belanda percaya diri. Sebelumnya, peristiwa kekalahan Jepang kepada sekutu dianggap Belanda sebagai secerah harapan. Belanda pun membonceng sekutu, Inggris untuk merebut Nusantara kali kedua.

Jepang pernah menjelma sebagai kekuatan besar di dunia. Armada dan alat militernya mempuni. Amerika Serikat pun sempat diobrak-abrik. Sedang kekuatan Eropa yang mendiami Asia mulai diusirnya satu-persatu. Sebagai balasan, negeri-negeri yang dibebaskan diminta minta mendukung Jepang dalam perang.

Tentara NICA di Indonesia. (Wikimedia Commons)

Namun, narasi kehebatan Jepang harus berakhir. Peristiwa jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki ada di baliknya. Serangan itu membuat sebagian besar kekuatan Jepang lumpuh. Jepang lalu menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945.

Peristiwa menyerahnya Jepang disambut dengan gegap gempita oleh negeri yang sebelumnya dikuasai Jepang. Indonesia, salah satunya. Kaum bumiputra pun dengan cepat memanfaatkan peristiwa itu untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Tanggal 17 Agustus 1945 pun dipilih.

Nyatanya, tak cuma kaum bumiputra yang memanfaatkan kondisi Jepang yang menyerah tanpa syarat. Belanda juga mencoba memanfaatkan situasi. Mereka ingin merebut kembali wilayah yang pernah mereka jajah: Indonesia. Belanda pun lewat NICA membonceng sekutu, Inggris untuk memuluskan siasat jahat itu. Serdadu Belanda yang sempat ditawan pun oleh Jepang dibebaskan seluruhnya.

“Segera meletus tindak kekerasan antara revolusi dengan pihak-pihak yang dianggap sebagai musuhnya. Setelah Jepang menyerah, banyak orang Belanda yang menjadi tawanan pergi begitu saja meninggalkan kamp-kamp mereka dan pulang ke rumah Pada bulan September telah terjadi berbagai keributan di jalan jalan Surabaya antara pemuda Indonesia dengan orang Eropa dan ketegangan-ketegangan memuncak di daerah-daerah lain.”

Tentara NICA di Indonesia. (Wikimedia Commons)

“Semua peristiwa ini lebih banyak terjadi di Jawa daripada di daerah-daerah luar Jawa, di mana terdapat pasukan Jepang yang lebih banyak jumlahnya (terutama di wilayah-wilayah yang dikuasai angkatan laut), komandan-komandan Jepang yang kurang simpatik terhadap Revolusi, dan pemimpin serta akivitas Republik yang lebih kecil. Sedemikian jauh, Revolusi belum menghadapi perlawanan serius. Akan tetapi, hal ini akan segera terjadi,” ungkap Sejarawan M.C. RIcklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008).

Ajian Belanda membonceng Inggris membawakan hasil signifikan. Mereka tampil superior. Pasukan NICA dan Inggris tak melulu disebar di Jakarta, tapi juga di luar daerah. Pun banyak wilayah yang dulunya dikuasai Jepang kini kembali ke pangkuan Belanda.

Wilayah Sulawesi Utara, misalnya. wilayah itu secara peripurna kembali jadi milik Belanda pada 10 Oktober 1945. Laksaman Hamanaka yang mewakili Jepang menyerahkan wilayah Minahasa dan lain-lainnya kepada Belanda.

Tentara NICA di Indonesia. (Wikimedia Commons)

“Para pejabat Belanda sudah kembali ke daerah-daerah tersebut. Pada akhir Juni 1945, satuan-satuan komando kecil (sebagian besar terdiri atas orang-orang Belanda, tetapi disertai beberapa perwira Inggris) juga telah di terjunkan di Sumatera Utara. Kemudian pada tanggal 8 Oktober 1945 pihak sekutu (Australia-Belanda) tiba di Manado, dan pihak Belanda segera menggunakan aparat pemerintahannya yang bernama Nederlandsche Indische Civil Administration (NICA).”

“Pada tanggal 10 Oktober 1945 Laksamana Hamanaka mewakili Jepang menyerahkan Sulawesi Utara kepada pihak Sekutu, dalam hal ini Belanda. Dengan demikian berakhirlah jaman pendudukan Jepang di Minahasa dan berganti dengan Hindia Belanda, yang segera mengaktifkan lagi tentara Belanda orang Minahasa KNIL,” terang Jessy Wenas dalam buku Sejarah dan kebudayaan Minahasa (2017).