Pemprov Jateng Tingkatkan Produksi Kedelai Lokal Berprotein Tinggi
SEMARANG - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berupaya meningkatkan produksi kedelai lokal termasuk varietas kedelai Grobogan, karena memiliki kandungan protein tinggi dan mulai membaiknya harga jual dari petani.
"Kami terus menggenjot produksi serta memberikan bantuan bagi para petani guna memenuhi kebutuhan kedelai di Jateng," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Supriyanto di Semarang dilansir ANTARA, Sabtu, 8 Oktober.
Dia mengakui produksi kedelai lokal belum bisa memenuhi kebutuhan kedelai di Jateng sehingga pemerintah tetap melakukan impor kedelai.
Produksi kedelai di Jateng mencapai puncaknya pada 2018 yang mencapai 166 ribu ton, namun seiring fluktuasi harga, produksi kedelai di bawah 100 ribu ton, sedangkan kebutuhan kedelai di Jateng defisit 555 ribu ton per tahun.
Dia berharap harga kedelai lokal semakin membaik, agar meningkatkan minat para petani untuk menanam dan untuk menggenjot produksi, APBD Jawa Tengah dikerahkan untuk penanaman kedelai di lahan 300 hektare.
Selain itu APBN juga memberi alokasi 12.500 hektare lahan kedelai ditambah 50 ribu hektare dari anggaran biaya tambahan (ABT).
"Untuk petani, mari kita berproduksi yang bagus, sembari menanti pemerintah pusat memberi patokan harga yang berpihak ke petani. Setelah punya produksi yang banyak dan bagus, ayo pengusaha tahu tempe kembali ke kedelai lokal," ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan Sunanto menambahkan, kedelai varietas lokal memiliki kualitas baik, tak kalah dari kedelai impor, bahkan, kedelai varietas Grobogan dinilai lebih unggul karena belum direkayasa secara genetis.
Baca juga:
Keunggulan varietas lokal di antaranya, umur tanaman yang pendek sekitar 76-85 hari siap panen, produktivitas tinggi, serta protein yang lebih tinggi.
"Kami pernah menanam itu produktivitasnya 3,6 ton per hektare untuk varietas Grobogan. Selain itu proteinnya lebih tinggi lokal yang mencapai 43-44 persen, dibanding impor yang hanya 38 persen. Selain itu kedelai lokal lebih fresh, sementara kedelai impor adalah transgenik atau Genetically Modified Organism, kalau kedelai kami non-GMO lebih sehat," katanya.
Salah seorang petani asal Desa Pojok, Pulokulon, Kabupaten Grobogan, Bisri Mustofa mengungkapkan, kebiasaan menanam kedelai sudah mendarah daging di wilayah tersebut, namun seiring dengan fluktuasi harga kedelai.
"Tahun itu sempat minat menanam kedelai sempat berkurang karena musim dan harganya tidak mendukung, tapi kini harga per kilogram sampai Rp10 ribu," ujarnya.
Proses penanaman kedelai cukup gampang tidak membutuhkan perawatan dan tidak memerlukan pupuk ekstra atau berbeda dengan tanaman pangan lain seperti jagung dan padi.
"Kalau di sini rata-rata petani menanam varietas Grobogan. Dulu kan awalnya tanam varietas Malabar, tapi kalau jenis itu petani bilang sifat tanaman berubah. Nah jadi sekarang ya pakai varietas Grobogan," katanya