Pengeluaran Dana Pembelian LNG di Pertamina Ditelisik KPK

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik pengeluaran dana pembelian liquified natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero).

Hal ini ditelisik dari eks SPV Gas PT Pertamina Nanang Untung yang dipanggil sebagai saksi pada Rabu, 5 Oktober kemarin.

"Didalami lebih lanjut mengenai prosedur hingga pengeluaran biaya untuk pengadaan LNG dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 6 Oktober.

Ali tak merinci total dana yang dikeluarkan PT Pertamina (Persero). Nantinya, angka tersebut akan disampaikan dalam persidangan.

Selain itu, KPK juga menelisik pembahasan pengadaan LNG. Kegiatan ini dilaksanakan pada 2011-2021.

"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan adanya pembahasan untuk dilakukannya pengadaan LNG di PT PTMN (Pertamina) tahun 2011-2021," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung menyerahkan penyidikan perkara dugaan indikasi fraud dan penyalahgunaan kewenangan dalam kebijakan pengelolaan LNG Portofolio di PT Pertamina (Persero) ke KPK.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung yang saat itu dijabat Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan Direktur Penyelidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah melakukan kegiatan penyelidikan terkait kasus tersebut.

Penyelidikan tersebut kata Leonard, dilakukan sejak 22 Maret 2021 atas dugaan indikasi fraud dan penyalahgunaan kewenangan dalam kebijakan pengelolaan LNG Portofolio di PT Pertamina (Persero).

Namun, berdasarkan hasil koordinasi dengan KPK, diketahui penyidik KPK saat ini juga telah melakukan penyidikan terhadap kasus yang sama. Atas alasan inilah maka Kejaksaan Agung mempersilakan komisi antirasuah melakukan penyidikan.

Sebagai informasi, pada Februari lalu Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan bahwa perseroan mengkaji ulang rencana pembelian LNG dari Mozambique LNG1 Comapny Pte Ltd sebesar 1 juta ton LNG per tahun (MTPA) atau sekitar 17 kargo per tahun mulai akhir 2024 atau awal 2025 selama periode 20 tahun. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR.