Peristiwa Pembunuhan Satu Keluarga di Sigi Tak Terkait SARA
JAKARTA - Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut peristiwa pembunuhan empat warga di Sigi, Sulawesi Tengah oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dipimpin oleh Ali Kalora bukanlah perang suku bahkan agama.
Presiden Jokowi dan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD secara tegas menyatakan, tindakan ini dilakukan semata-mata untuk melakukan provokasi guna memecah belah persatuan di tengah masyarakat.
Lewat sebuah video yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden pada Senin, 30 November, Jokowi mengutuk keras tindakan MIT pimpinan Ali Kalora yang selain melakukan pembunuhan, mereka juga membakar, dan mengambil bahan makanan dari rumah korban yaitu beras sebanyak 40 kilogram.
"Saya mengutuk keras tindakan di luar batas kemanusiaan dan tidak beradab yang menyebabkan empat saudara kita meninggal dunia dalam aksi kekerasan yang terjadi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah," kata Jokowi.
Ali Kalora, cs, sambung Jokowi, dinilai sengaja melakukan tindakan ini sebagai bentuk teror dan provokasi guna memecah persatuan dan kesatuan di tengah masyarakat.
"Tindakan biadab itu jelas bertujuan untuk menciptakan provokasi dan teror di tengah masyarakat yang ingin merusak persatuan dan kerukunan di tengah warga bangsa," tegasnya.
Terpisah, Menko Polhukam Mahfud MD meminta tindak kekerasan yang dilakukan oleh MIT tak disangkutpautkan kepada salah satu agama tertentu. Sebabnya, tindakan yang dilakukan oleh Ali Kalora bukan berkaitan dengan konflik SARA.
"Peristiwa ini bukan perang suku apalagi agama. Peristiwa ini dilakukan oleh kelompok kejahatan yang bernama MIT yang dipimpin Ali Kalora dan tidak bisa disebut mewakili agama tertentu," ungkap Mahfud pada konferensi pers di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Tindakan pembunuhan ini, sambung dia, merupakan upaya teror untuk menciptakan suasana yang tidak dan berujung pada kekacauan dan perpecahan. Sehingga, untuk mencegahnya, eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini meminta agar tokoh agama dapat menyampaikan pesan perdamaian di tengah masyarakat.
"Karena sejatinya agama apapun hadir di dunia ini untuk membangun perdamaian dan persaudaraan," tegasnya.
Baca juga:
Direktur Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya sepakat jika pembunuhan terhadap empat orang yang masih satu keluarga itu tidak berkaitan dengan isu SARA seperti yang disampaikan oleh pihak provokator guna memperkeruh suasana. Apalagi korbannya tidak hanya menyasar satu golongan maupun agama tertentu.
"Dalam konteks kasus terbaru yang dilakukan (MIT, red) tidak terkait dengan isu SARA karena korban selama ini random. Ada yang beragama Hindu, Muslim, dan yang terbaru adalah Nasrani," kata Harits saat dihubungi VOI, Selasa, 1 Desember.
Dirinya menilai, empat orang ini bisa jadi dibunuh karena diduga kuat oleh Ali Kalora, cs sebagai informan yang membocorkan keberadaan mereka kepada pihak aparat penegak hukum. "Jadi tidak ada kaitannya sama sekali dengan benturan antar umat beragama," tegasnya.
Tak hanya itu, tindakan MIT ini juga sangat kecil kemungkinannya untuk menjadi pemicu munculnya tindakan intoleransi di tengah masyarakat terutama bagi mereka yang memang kerap mengikuti maupun memahami isu terorisme khususnya di wilayah Poso. Kalaupun ada isu semacam ini, masyarakat harus bisa bersatu karena isu ini memang sengaja dihembuskan oleh orang-orang yang menjadi kompor.
"Kalau orang paham bagaimana kasus atau isu terorisme di Poso dalam beberapa tahun terakhir ini maka akan sulit menerima jika (aksi ini, red) dikaitkan dengan isu intoleransi," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, aksi teror yang dilakukan kelompok MIT pimpinan Ali Kalora ini terjadi pada Jumat, 27 November sekitar pukul 09.00 WITA dan kabarnya sampai ke polisi pada pukul 13.00 WITA. Peristiwa ini terjadi di Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Dari peristiwa ini, ada empat korban yang dinyatakan meninggal dunia oleh pihak kepolisian.
"Keempat korban bernama Yasa, Pinu, Naka, dan Pedi. Keempat orang ini adalah keluarga Ulin yang menjadi saksi pelaporan," kata Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Didik Suparnoto saat dihubungi wartawan, Sabtu, 28 November.
Berdasarkan keterangan saksi mata, bernama Ulin, kelompok MIT yang dipimpin Ali Kalora mendatangi rumah Ulin di Desa Lemban Tongoa dan menyandera keluarga Ulin yang berhasil kabur.
Ayah Ulin, Yasa, dan suami Ulin, Pinu, tewas dibunuh oleh kelompok ini. Sedangkan, kematian Naka dan Pedi belum diketahui sebabnya. Sementara istri Yasa bernama Nei selamat meski mengalami sejumlah luka di tubuhnya. Setelah melakukan aksinya, para pelaku mengambil beras sebanyak 40 kilogram dan membakar enam rumah yang ada di sekitar lokasi pembunuhan.