91 Pelanggar Perda Reklame di Yogyakarta Diproses Yustisi, Total Denda Diterima Pemkot Rp114,75 Juta
DIY - Satpol PP Kota Yogyakarta mencatat 91 kasus pelanggaran Perda Penyelenggaraan Reklame diproses secara yustisi di pengadilan sepanjang 2022. Total denda yang harus dibayar pengelola reklame pelanggar perda sebesar Rp114,75 juta.
“Kami melakukan dua jenis kegiatan penegakan peraturan daerah tentang reklame, yaitu yustisi dan nonyustisi. Semuanya berjalan beriringan dengan tujuan menjaga estetika Kota Yogyakarta,” kata Kepala Bidang Penegakan Peraturan Perundang-Undangan Satpol PP Kota Yogyakarta, Dodi Kurnianto, di Yogyakarta, Kamis 29 September.
Proses yustisi ini dilakukan terhadap papan reklame yang tidak memiliki izin. "Berpotensi merugikan keuangan daerah karena tidak ada pemasukan dari pajak reklame yang masuk sebagai pendapatan asli daerah," imbuhnya.
Dia menuturka, proses penegakan nonyustisi dilakukan dengan memberikan peringatan, menghentikan fungsi papan reklame dengan cara menempel stiker atau menutup reklame, hingga pembongkaran sehingga menjadi tak berfungsi.
“Hanya saja, ada kendala dalam penegakan aturan. Biasanya kami sulit mengetahui pemilik atau pengelola papan reklame yang menyalahi aturan tersebut,” ujarnya disitat Antara.
Kegiatan penegakan Perda Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Reklame tidak hanya dilakukan terhadap papan reklame berukuran besar atau baliho, tetapi juga terhadap reklame insidental yang biasanya berbentuk spanduk dan rontek.
Baca juga:
- Mengintip Pengamanan KTT G20 Khusus di Bali: TNI Terjunkan 8.000 Prajurit, Polri 8.191 Personel
- Bareskrim Tak Temukan Bukti Dugaan Konsorsium 303 di Balik Ferdy Sambo dan Brigjen Hendra Kurniawan
- PKS Bangun Komunikasi dengan Golkar, NasDem Beri Batasan Hingga November 2022: Masih Bisa Kocok Ulang
- Cegah Intervensi Hukum, 30 JPU yang Tangani Kasus Ferdy Sambo Bakal Ditempatkan di Safe House
Untuk reklame insidental yang berukuran kecil, petugas diberi kewenangan untuk langsung melakukan penertiban atau pembongkaran jika reklame tersebut tidak berizin atau pemasangannya menyalahi aturan.
“Misalnya dipasang di fasilitas umum, di tiang listrik, rambu lalu lintas atau di taman. Petugas bisa langsung membongkar,” tuturnya.
Sedangkan untuk papan reklame berukuran besar dan terpasang permanen, maka ada mekanisme penertiban yang harus dilalui, yaitu diawali dengan pemberian surat peringatan dan pemilik atau pengelola masih diberi kesempatan mengurus perizinan.
Dodi menyebut penertiban reklame menjadi tugas rutin personel Satpol PP Kota Yogyakarta saat melakukan patroli keliling.
“Jika tidak dilakukan penertiban rutin, maka Kota Yogyakarta bisa tertutup reklame,” katanya yang menyebut lokasi di sekitar simpang jalan menjadi titik favorit pemasangan reklame.
Sejak Januari hingga Akhir September 2022, total reklame yang ditertibkan tercatat sebanyak 3.433 terdiri atas 3.295 penertiban reklame insidental, 129 pemberian peringatan, empat pembongkaran, dan lima penghentian fungsi.
“Kami juga melakukan penertiban reklame dari hasil rekomendasi BPK, reklame tersebut diketahui tidak membayar pajak,” katanya.
Hingga akhir Maret 2022 tercatat 152 reklame yang direkomendasikan BPK untuk ditertibkan dan terus berproses sehingga saat ini tersisa 62 reklame.
“Ada yang sudah diberi surat peringatan terakhir, dihentikan fungsinya, ada yang kemudian memenuhi kewajiban membayar pajak atau sudah menurunkan sendiri papan reklame mereka,” katanya.
Ia berharap pemilik atau pengelola reklame memenuhi aturan dengan mengurus perizinan sebelum melakukan pemasangan reklame agar estetika Kota Yogyakarta sebagai kota pariwisata dan budaya tidak terganggu sehingga wisatawan yang datang dapat menikmati suasana kota dengan lebih nyaman.