Presiden Iran Ebrahim Raisi Sebut Kematian Mahsa Amini Insiden Tragis, Tapi Kekacauan Tidak Dapat Diterima

JAKARTA - Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan kematian seorang wanita muda dalam tahanan, membuat semua orang di negara tersebut berduka, tetapi memperingatkan, kekacauan tidak dapat diterima di tengah menyebarnya protes kekerasan atas kematian wanita bernama Mahsa Amini itu.

Kematian Amini dua minggu lalu telah memicu protes anti-pemerintah di seluruh Iran, dengan pengunjuk rasa sering menyerukan diakhirinya kekuasaan ulama Islam selama lebih dari empat dekade.

"Kami semua sedih dengan insiden tragis ini, (Tapi) Kekacauan tidak dapat diterima," kata Raisi dalam sebuah wawancara dengan TV pemerintah, melansir Reuters 29 September.

"Garis merah pemerintah adalah keamanan rakyat kita. Orang tidak bisa membiarkan orang mengganggu kedamaian masyarakat melalui kerusuhan," tegasnya.

Meskipun jumlah korban tewas meningkat dan tindakan keras oleh pasukan keamanan menggunakan gas air mata, pentungan, dan dalam beberapa kasus, peluru tajam, video media sosial menunjukkan warga Iran bertahan dengan protes, meneriakkan "Matilah diktator".

Namun, keruntuhan negara tampaknya masih jauh dalam waktu dekat, karena para pemimpinnya bertekad untuk tidak menunjukkan jenis kelemahan yang mereka yakini menutup nasib Shah yang didukung AS pada 1979, kata seorang pejabat senior Iran kepada Reuters.

Unjuk rasa akibat kematian Mahsa Amini di Iran. (Wikimedia Commons/Darafsh)

Demonstrasi kemarahan telah menyebar ke lebih dari 80 kota di seluruh negeri sejakkematian Amini yang berusia 22 tahun pada 13 September, setelah dia ditangkap karena "pakaian tidak pantas" oleh polisi moral yang menegakkan aturan berpakaian ketat negara itu.

Amini, yang berasal dari kota Saqez, Kurdi di barat laut, meninggal di rumah sakit setelah koma, memicu unjuk rasa besar pertama di jalan-jalan Iran sejak pihak berwenang menghancurkan protes terhadap kenaikan harga bensin pada 2019.

Presiden Raisi, yang telah memerintahkan penyelidikan atas kematian Amini, mengatakan "forensik akan memberikan laporan kematiannya dalam beberapa hari mendatang".

Meskipun Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei belum mengomentari protes tersebut, sebuah badan pengawas garis keras meminta pengadilan "untuk menangani secara tegas, para pelaku utama dan mereka yang bertanggung jawab untuk membunuh dan melukai orang-orang yang tidak bersalah dan pasukan keamanan."

Khamenei menunjuk enam ulama senior dari 12 anggota badan tersebut, yang dikenal sebagai Dewan Penjaga.

Diketahui, media pemerintah mengatakan 41 orang, termasuk anggota polisi dan milisi pro-pemerintah, tewas selama protes. Sementara, kelompok hak asasi manusia Iran telah melaporkan jumlah korban yang lebih tinggi.

Presiden Raisi mendukung pasukan keamanan Iran, dengan mengatakan "mereka mengorbankan hidup mereka untuk mengamankan negara".

Sementara itu, lusinan selebritas, pemain sepak bola, dan artis Iran, di dalam dan di luar negeri, telah mendukung demonstrasi tersebut. Pengadilan garis keras Iran mengatakan akan mengajukan tuntutan terhadap mereka, menurut media pemerintah.

"Siapa pun yang berpartisipasi dan memicu kekacauan dan kerusuhan akan dimintai pertanggungjawaban," Raisi memperingatkan, sambil menambahkan, "tidak ada yang takut untuk mengungkapkan pandangan mereka".