Tether Diduga Pump Bitcoin, Pengadilan New York Perintahkan Penerbit USDT Serahkan Catatan Keuangan
JAKARTA – Tether, selaku penerbit stabelcoin terbesar di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar, USDT, baru-baru ini didesak oleh pengadilan New York untuk segera menyerahkan seluruh catatan keuangannya. Dalam hal ini, semua catatan pengiriman dana, perdagangan USDT atau kripto apa pun yang dilakukan oleh perusahaan termasuk neraca keuangan, laba rugi, arus kas, buku besar, dan sebagainya.
Tidak hanya itu, Tether juga diharuskan menyerahkan informasi akunnya di sejumlah bursa kripto seperti Bittrex, Bitfinex, dan Poloniex. Perintah tersebut menyusul setelah adanya tudingan bahwa Tether melakukan penggelembungan harga atau pump Bitcoin.
Merespon sikap pengadilan, Tether menentang perintah tersebut, dengan mengatakan bahwa perintah itu berlebihan dan memberatkan. Namun Hakim Katherine Polk Failla tidak setuju. Menurutnya, penggugat mengklarifikasi mengapa informasi itu diperlukan.
“Dokumen-dokumen yang dicari dalam transaksi RFP tampaknya mengarah ke salah satu tuduhan inti Penggugat: bahwa ... Tergugat terlibat dalam transaksi komoditas cyptocommodities menggunakan USDT yang tidak didukung, dan bahwa transaksi tersebut secara strategis diatur waktunya untuk menggelembungkan pasar,” kata Hakim Failla, dikutip dari CryptoSlate.
Perintah tersebut terkait dengan gugatan yang menuduh Tether dan Bitfinex memanipulasi pasar kripto sehingga merugikan pedagang. Penggugat mengklaim bahwa Tether berbohong mengenai dukungan USDT dan juga menuduh bahwa stablecoin tersebut digunakan untuk membeli Bitcoin (BTC), melakukan aksi pump pasar kripto dan akhirnya menyebabkan kehancuran.
Menurut penggugat, Tether menyebabkan kehancuran di market kripto senilai lebih dari 1 triliun dolar AS. Dalam hal ini, pihak Tether tidak menanggapi permintaan komentar pada waktu pers.
Baca juga:
Pelarangan Stablecoin Algoritmik
Stablecoin adalah mata uang kripto yang harganya dipatok ke mata uang fiat atau komoditas lain seperti emas dan perak. Nilai stablecoin tidak fluktuatif dan cenderung lebih stabil seperti USDT, USDC, BUSD dan lainnya. Di sisi lain, ada pula stablecoin jenis lain, yakni stablecoin algoritmik. Contohnya, Terra USD (UST) milik Do Kwon yang anjlok lebih dari 99 persen dan stablecoin algoritmik milik Justin Sun, Decentralize USD (USDD).
Menurut laporan terbaru, saat ini legislator AS sedang menggodok RUU stablecoin yang komprehensif sehingga dapat berdampak luas pada operasi industri. Bloomberg melaporkan bahwa RUU tersebut akan melarang stablecoin algoritmik yang mirip dengan Terra USD selama dua tahun ke depan. Laporan tersebut menyatakan bahwa akan ilegal untuk membuat atau menerbitkan “stablecoin baru yang dijaminkan secara endogen.”
RUU tersebut juga akan mengizinkan bank dan non-bank untuk menerbitkan stablecoin berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan. Namun, bisnis akan dicegah untuk mencampurkan aset mereka dengan dana pelanggan - stablecoin, kunci pribadi, dan uang tunai- jika terjadi kebangkrutan.
Sementara itu, RUU tersebut akan mengarahkan Federal Reserves untuk mempelajari efek proyek dolar digital pada ekonomi dan privasi keuangan warga negara.
Ketatnya aturan kripto pada umumnya dan stablecoin pada khususnya, merupakan imbas dari kolapsnya Terra (LUNA) dan TerraUSD (UST) pada Mei lalu. Kedua token kripto garapan Do Kwon itu rontok sehingga menyebabkan kerugian finansial dan emosional bagi investor kripto.