PBHI Wanti-wanti Sidang Kasus HAM Paniai Papua Harus Ungkap Unsur Komando
JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mengkhawatirkan sidang dugaan pelanggaran HAM berat kasus Paniai tidak mengungkap unsur komando dan pertanggungjawaban institusional.
Sidang kasus Paniai sudah akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan, pada Rabu 21 September mendatang.
"Kalau ini tidak ada, maka ini sama dengan pidana pada umumnya," kata Ketua PBHI Julius Ibrani saat ditemui di Kantor Komisi Yudisial (KY) di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa 20 September.
Perwakilan pengurus PBHI bersama KontraS, YLBHI, dan Amnesty International Indonesia datang ke Kantor KY untuk beraudiensi terkait pemantauan persidangan Pengadilan HAM Peristiwa Paniai yang akan diadakan di PN Makassar dengan terdakwa IS.
Julius mengatakan, dari hasil pemeriksaan penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM sebagaimana yang telah diserahkan kepada Kejaksaan Agung, koalisi masyarakat sipil tidak melihat adanya unsur komando termasuk pertanggungjawaban institusi atas kasus Paniai.
"Jadi seragamnya pengadilan HAM tapi sebetulnya materinya tidak memenuhi unsur HAM atau memperlihatkan unsur HAM," ujar dia.
Baca juga:
- Upaya Jemput Bola KPK ke Papua Demi Memudahkan Lukas Enembe Penuhi Panggilan Gagal, Ali Fikri: Tetap Tak Hadir
- Polri Pecat Ferdy Sambo, Pengacara Keluarga Brigadir J: Memang Tak Layak Jadi Polisi
- Kemhan Pastikan Anggotanya yang Todongkan Senjata Mirip Pistol di Tol Jagorawi Diproses Hukum
- Pemprov DKI Tambah 100 Unit Mobil Listrik untuk Kendaraan Dinas, Anggarannya Berapa?
Hal tersebut terjadi akibat unsur komando dan pertanggungjawaban institusional tidak diseret atau masuk ke dalam kasus tersebut. "Ini yang kami khawatirkan saat persidangan kasus Paniai," imbuhnya.
Ia mengingatkan, jangan sampai majelis hakim dengan tugas utama menggali kebenaran materiil justru tidak menggali kebenaran materiil dalam konteks HAM.
Julius menyebutkan, koalisi masyarakat sipil juga menduga bisa saja ada pelaku utama, namun tidak terseret atau tersentuh dalam peristiwa berdarah tahun 2014 tersebut.
Apabila kekhawatiran koalisi masyarakat sipil tersebut tidak direspons, Julius mengatakan ada potensi terjadinya impunitas hukum bagi pelaku dan repetisi atau keberulangan karena tidak adanya reformasi institusional.