Membaca Alasan Sikap Prabowo Subianto yang 'Sunyi' Soal Edhy Jadi Tersangka Korupsi
JAKARTA - Dua hari usai penangkapan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo atas dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto belum bersuara.
Edhy merupakan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Bidang Keuangan dan Pembangunan Nasional, sebelum akhirnya ia mengundurkan diri dari jabatannya. Selain itu, Edhy juga dikenal berhubungan dekat dengan Prabowo.
Prabowo sebenarnya telah merespons penangkapan Edhy sejak Rabu, 25 November pagi. Namun, hingga kini, belum ada respons yang ia sampaikan langsung, melainkan diperantarai Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.
Dasco mengatakan, Prabowo belum memberi arahan lengkap kepada partainya untuk menyikapi kasus ini. Prabowo, kata dia, masih mengikuti proses hukum dari KPK.
"Saya belum bicara banyak kepada Pak Prabowo. Gerindra menghormati proses hukum sesuai aturan yang berlaku. Pak Prabowo tetap berkomitmen dalam pemberantasan korupsi," kata Dasco, Kamis, 26 November.
Gerindra, kata Dasco, juga tidak mengutus tim bantuan hukum untuk mendampingi Edhy. "Keluarga yang menyiapkan tim pengacara untuk mendampingi Pak Edhy Prabowo dalam proses hukumnya," sebut dia.
Terkait dengan jabatan strukturan Edhy di DPP partai, Gerindra langsung menyambut pengunduran diri Edhy dan segera menyiapkan kader pengganti.
"Pengunduran pak Edhy Prabowo kami terima sesuai dengan ketentuan yang berlaku di partai. Kalau sudah mengundurkan diri, sudah selesai, dan kami siapkan penggantinya," ucap Dasco.
Baca juga:
Kenapa Prabowo masih diam?
Membaca sikap sunyi Prabowo, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin meilai Prabowo sedang membaca situasi. Prabowo tak bisa sembarangan bereaksi.
Memelas bukanlah gaya Prabowo. Namun, ia juga tak bisa mempertontonkan kegusaran. Sebab, bagaimanapun juga, korupsi yang menjerat Edhy tidak akan bisa dibenarkan dan dibela.
"Prabowo masih akan diam dulu. Kalau melawan gelombang, melawan KPK, maka akan merugikan Gerindra lebih dalam lagi. Bagaimanapun KPK punya bukti. Korupsi kan jelas salah, enggak mungkin orang korupsi bakal dibela," kata Ujang kepada VOI, Jumat, 27 November.
Gerindra juga tak mau menduga ada permainan politik jelang Pilkada 2020 dari pengungkapan mantan kadernya dalam pusaran korupsi. Hal ini dinyatakan oleh Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. "Kami berprasangka baik saja. Hal seperti ini bisa terjadi kepada semua partai politik," kata Dasco.
Terhadap sikap ini, Ujang memandang bahwa Prabowo masih meneropong sikap Presiden Joko Widodo. Prabowo ingin melihat apakah Jokowi masih menjaga genggaman rekonsiliasi pasca-Pilpres 2019 atau tidak.
Setidaknya, kata Ujang, Prabowo masih berharap jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan pengganti Edhy kembali menjadi jatah Gerindra untuk mengobati kekecewaanya. Meskipun, hal itu adalah hak prerogatif Jokowi.
"Kalau Jokowi masih ingin berkomitmen dengan rekonsiliasi, artinya jabatan itu masih menjadi milik Gerindra. Tapi, kalau penggantinya dipilih dari profesional atau partai lain, bisa jadi hubungannya dengan Prabowo kembali renggang dan memanas," imbuhnya.