Riset CyberRes Perkirakan Sektor Energi di Indonesia Jadi Sasaran Serangan Siber Setahun ke Depan

JAKARTA - Lini bisnis Micro Focus, CyberRes mengeluarkan Laporan Tahunan pertamanya mengenai kondisi ancaman siber saat ini dan tinjauan umum peristiwa dunia maya pada tahun 2021 secara global. 

Laporan ini merupakan yang pertama dari seri yang berisikan perspektif tentang kondisi ancaman geopolitik, regional, dan industri, serta apa yang mungkin akan terjadi sepanjang satu tahun ke depan

Asia Pasifik menjadi perhatian sebagai salah satu wilayah yang paling terkena dampak pada tahun 2021, dengan 23.5% dari total ancaman siber yang dilaporkan. Wilayah ini berada di tempat kedua setelah Amerika Utara, yang menduduki posisi puncak dengan 33,5% dari total yang telah dilaporkan.

Laporan ini juga memberikan pandangan ke depan mengenai potensi ancaman di kawasan ini pada tahun 2022, berdasarkan temuan utama dari tahun sebelumnya. Namun lanskap dunia siber, dampak industri dan prospek untuk tahun 2022, bervariasi di berbagai lokasi.

Sebagai contoh, Indonesia yang terkena dampak beberapa insiden global terbesar di tahun 2021. Indonesia termasuk salah satu negara yang terkena dampak dari kampanye spionase siber APT41, yang menargetkan institusi publik dan swasta di beberapa negara.

Indonesia juga menjadi sasaran mayoritas kelompok pelaku pengancam besar, termasuk Lazarus APT, APT 10, Conti, dan Winnti Group.

Laporan tahun ini memperkirakan sektor energi sebagai salah satu industri paling rentan di Indonesia. Hal ini karena Indonesia menjadi target utama serangan di sektor energi pada tahun 2021.

Saat ini kawasan ASEAN sedang dalam kondisi terus melaju. Negara-negara ASEAN memimpin dalam hal keamanan siber global dengan mengadopsi Rencana Aksi Regional ASEAN (2021-2025), yang berupaya memperkuat keamanan siber regional di berbagai bidang seperti kolaborasi penelitian, berbagi pengetahuan dan pelatihan. 

Selanjutnya, ASEAN-Singapore Cybersecurity Center of Excellence berencana untuk meningkatkan pengembangan strategi keamanan siber, legislasi, dan kemampuan penelitian seluruh negara anggota, sehingga menempatkan negara-negara seperti Indonesia pada jalur siber yang lebih kuat.

“Negara-negara di Asia Tenggara masih belum pulih dari dampak serangan siber tahun lalu, yang menyebabkan efek jangka panjang pada semua organisasi dan individu," kata Jeffrey Neo, Managing Director, Asia Tenggara & Korea, Micro Focus dalam keterangan yang diterima di Jakarta. 

Menurutnya, selama tren ini masih berlanjut hingga 2022, kawasan tersebut memiliki peluang besar untuk membalikkan situasi, karena telah dilengkapi dengan pemahaman yang mumpuni mengenai lanskap terkini, penerapan taktik, hingga ancaman yang dapat muncul.