Ketika China Bergabung dalam Perang Korea yang Sengit
JAKARTA - Dalam beberapa pertempuran paling sengit dalam Perang Korea, ribuan pasukan komunis China melancarkan serangan balik besar-besaran terhadap pasukan Amerika Serikat (AS) dan Republik Korea (ROK). Mereka mendorong pasukan sekutu di depan mereka dan mengakhiri pemikiran apa pun untuk kemenangan AS yang cepat.
Ketika serangan balik dibendung, pasukan AS dan Korea Selatan (Korsel) diusir dari Korea Utara (Korut). Perang tersebut berakhir dengan kebuntuan yang membuat frustrasi selama dua setengah tahun berikutnya.
Mengutip History, Rabu, 25 November, dalam beberapa minggu sebelum China bergabung dalam Perang Korea, pasukan ROK dan AS, di bawah komando Jenderal Douglas MacArthur berhasil masuk lebih dalam ke Korut. Mereka berhasil mendekati perbatasan China.
Sementara, China mengeluarkan peringatan bahwa Korut harus menjaga jarak. Dan mulai Oktober 1950, pasukan dari Tentara Pembebasan Rakyat China mulai melintasi perbatasan untuk membantu Korut. Jumlah mereka bertambah menjadi sekitar 300 ribu pada awal November.
Beberapa pertemuan berdarah terjadi antara pasukan China dan ROK-AS. Tetapi pasukan China tiba-tiba menghentikan operasi ofensif pada 6 November. Hal ini mendorong MacArthur, yang selalu mengabaikan efektivitas militer pasukan China mengusulkan serangan baru besar-besaran oleh AS dan ROK.
Secara bergantian, serangan ofensif yang disebut "pengakhir perang" atau "pulang sebelum Natal" diluncurkan. Serangan itu dimulai pada 24 November. Mengutip Honor State, pada 25 November, terdapat pergolakan yang juga disebut Pertempuran Sungai Ch'ongch'on.
Pertempuran tersebut menentukan Perang Korea yang berlangsung hingga 2 Desember 1950 di sepanjang Lembah Sungai Ch'ongch'on di barat laut Korut. Menanggapi serangan fase pertama China yang berhasil melawan pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jenderal Douglas MacArthur meluncurkan serangan untuk mengusir pasukan China dari Korea dan untuk mengakhiri perang.
Saat Angkatan Darat kedelapan AS menghentikan gerakannya pada 25 November 1950 sore, Angkatan Darat ke-13 Tentara China memulai serangan fase kedua. Serangan frontal besar-besaran diluncurkan terhadap seluruh garis PBB dari Yongsan ke Yongwon.
Serangan benar-benar terhenti pada pagi 26 November. Pada sore hari 28 November, MacArthur mulai menyadari bahwa krisis sedang berkembang di Korea.
Divisi Infanteri ke-2 AS telah menderita lebih dari empat ribu korban dan Divisi Infanteri ke-25 lebih dari 1.300 korban. Setelah memenangi pertempuran secara meyakinkan dan sekali lagi mengubah gelombang perang untuk mendukung komunis, pertempuran Sungai Ch'ongch'on mewakili puncak kinerja militer China di Korea.
Serangan besar-besaran China mengakhiri segala pemikiran bahwa anak laki-laki AS akan "pulang sebelum Natal." Hal ini juga meningkatkan momok perang yang meluas ke luar perbatasan Semenanjung Korea. Keadaan tersebut yang sangat dihindari para pembuat kebijakan AS karena mereka curiga akan terlibat dalam perang darat di Asia yang mungkin meningkat menjadi konfrontasi nuklir dengan Soviet.
Baca juga:
Pengembalian kerangka
Perang Korea merupakan tragedi yang tidak terlupakan. Kadang para prajurit yang gugur pun tengah tidak berada di tanah airnya, hingga akhirnya pada September 2020, Korsel menyerahkan sisa-sisa jasad Tentara China dan relik terkait dalam Perang Korea.
Mengutip Global Times, para analis mengatakan langkah itu menunjukkan kebaikan besar Korsel kepada China yang mengalami masa sulit dari COVID-19 yang mematikan dan penindasan AS dalam teknologi, pendidikan, dan militer. Lü Chao, seorang peneliti di Akademi Ilmu Sosial Liaoning, mengatakan bahwa langkah tersebut juga akan membantu menghidupkan kembali keberanian orang-orang China untuk bersatu dan melawan penyerang dan melindungi negara.
China dan Korea Selatan telah berhasil menyelesaikan penyerahan 599 jasad selama enam tahun berturut-turut dari 2014 hingga 2019. Biasanya, jenazah akan ditempatkan di area khusus pembaringan para pahlawan Perang Korea di Shenyang, ibu kota Provinsi Liaoning, China.