Kurang Bahan Baku Baterai EV, RI Akan Akusisi Tambang Luar Negeri

JAKARTA - Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengungkapkan, dalam rangka mendirikan pabrik baterai mobil, Indonesia akan melakukan akuisisi tambang di luar negeri.

Akuisi ini dilakukan sebab dua komponen bahan baku baterai kendaraan listrik seperti lithium dan graphite tidak ada di Indonesia.

"Indonesia kita kaya dengan nikel, namun ada dua komponen utama yang harus kita impor. Pertama adalah lithium, kedua, ada baterai untuk anodanya," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin 12 September.

Dengan melakukan akuisis, nantinya IBC akan mengurangi ketergantungan lithium dan graphite.

Adapun negara yang memiliki banyak kandungan lithium adalah Australia, Amerika Selatan, dan Afrika.

Ke depannya, lanjut Toto, IBC ingin menembangkan teknologi baterai yang tidak tergantung pada bahan impor dan pihaknya tengah melakukan research.

Toto merinci, komponen material dari lithium untuk bahan baku baterai kendaraan listrik sebesar 10 persen, kobalt atau mangan sekitar 10 persen dan sisanya 80 persen merupakan nikel.

"Lithium paling dekat ada di Australia, kemudian Amerika di Bolivia dan Afrika," ujarnya.

Lebih jauh, ia menambahkan, dari pemetaan yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum ada kandungan lithium yang signifikan di Indonesia.

Meski demikian, IBC juga tengah mengkaji kandungan lithium yang terbawa dari sisa-sisa proses produksi listrik di pembangkit panas bumi.

"Dari Geotermal ada potensi, kami kaji dulu," imbuhnya.

Adapun kapasitas produksi baterai pada tahun 2024 akan mencapai 10 Giga Watt hour (GWh) yang diyakini bisa menghasilkan pasokan listrik bagi 100.000 mobil listrik dan empat juta sepeda motor listrik.