Tentara Australia yang Bunuh 39 Tahanan dan Warga Sipil di Afghanistan Bakal Diadili
JAKARTA - Sejumlah anggota pasukan khusus militer Australia kemungkinan akan diadili atas dugaan terlibat dalam aksi kejahatan perang di Afghanistan. Otoritas penegak hukum di Australia berusaha menyeret belasan personel pasukan khusus ke pengadilan karena mereka diduga membunuh 39 tahanan dan warga sipil selama bertugas di Afghanistan.
Informasi mengenai dugaan kejahatan perang itu dimuat dalam sebuah laporan yang terbit pada Kamis, 19 November. Dalam laporan itu, tentara-tentara senior diyakini memaksa juniornya membunuh para tahanan yang tidak berdaya untuk menceburkan mereka ke dalam pertempuran dalam memerangi kelompok ekstremis di Afghanistan.
Laporan tersebut juga merekomendasikan agar 19 anggota pasukan khusus, yang terdiri dari tentara aktif dan yang telah keluar dari kesatuan, agar dituntut di pengadilan. Temuan itu membuat masyarakat Australia kecewa mengingat mereka menghormati dan bangga dengan sejarah militer bangsanya.
David McBride, bekas penasihat hukum militer yang membocorkan skandal tersebut, mengatakan ia merasa "didukung" oleh laporan tersebut setelah bertahun-tahun diperlakukan sebagai "pengkhianat bagi tentara", kata pengacaranya, Mark Davis. McBride saat ini masih menghadapi tuntutan pidana karena ia membocorkan dokumen rahasia berisi informasi pembunuhan di Afghanistan kepada Australian Broadcasting Corp (ABC).
"Jika dugaan yang sebelumnya ia sampaikan terbukti, ia akan merasa nama baiknya telah pulih, apa pun hukumannya nanti," kata Davis via telepon. "Nama baiknya akan kembali bersih, begitu juga dengan keyakinannya untuk berbuat hal yang benar," kata dia.
McBride membenarkan tuduhan bahwa ia memberi dokumen rahasia kepada ABC dan kesaksian itu menjadi dasar penuntutan terhadap dirinya. Berawal dari kesaksian tersebut, aparat penegak hukum juga menggeledah kantor pusat ABC di Sydney tahun lalu.
Kepolisian pada Oktober memberhentikan kasus hukum terhadap ABC karena kurangnya dukungan dan perhatian dari publik untuk meneruskan penyelidikan. Namun, McBride masih terancam dipenjara dalam waktu yang lama jika ia divonis bersalah. Persidangan terkait kasus McBride akan dimulai tahun depan.
Davis mengatakan hakim harus menolak seluruh tuntutan terhadap kliennya. Dusty Miller, seorang dokter militer dan saksi dalam penyelidikan itu, saat diwawancarai ABC, mengatakan klaimnya terkait pembunuhan warga sipil di Afghanistan mendapat "pembenaran" secara terbuka dari keterangan panglima angkatan bersenjata.
Sejarah hitam
Laporan itu, bagi para pemimpin di Australia merupakan bab paling kelam dalam sejarah militer di Negeri Kangguru. Sejumlah anggota parlemen mengecam aksi kekerasan yang diduga dilakukan pasukan khusus itu dan mendukung kemungkinan bahwa para tersangka untuk dituntut.
Namun dalam waktu yang sama, para anggota dewan juga menyampaikan solidaritas terhadap angkatan bersenjata di Australia. "Laporan itu membuat saya sakit secara fisik dan sangat menyedihkan untuk dibaca," kata Menteri Pertahanan Australia Linda Reynolds, yang pernah bertugas di Angkatan Darat.
"Saya tahu kejadian ini tidak mewakili kesatuan ... Dan tidak mewakili mayoritas laki-laki dan perempuan yang masih berjuang menjaga negara kita dengan tanggung jawab yang besar," ujar Reynolds.
Sementara itu, Menteri Keuangan Josh Frydenberg mengatakan tuduhan itu "sangat serius tetapi jangan sampai menutup seluruh kerja positif yang telah dilakukan pihak militer yang membawa nama kita semua". Perdana Menteri Australia Scott Morrison sebelumnya memperingatkan laporan itu akan membuat sedih Australia beserta militer negara itu. Namun, ia belum memberi komentar lebih lanjut setelah laporan itu terbit.
Presiden Afghanistan Ashraf Gani pada Kamis malam, 19 November lewat unggahannya di Twitter mengatakan Morrison telah "menyampaikan duka mendalam" atas dugaan pembunuhan warga Afghanistan oleh anggota pasukan khusus Australia.
Baca juga:
Menhan Reynolds minggu lalu mengatakan Canberra telah menerima informasi bahwa adanya kasus hukum yang berjalan di dalam negeri menjadikan tuntutan di tingkat dunia, yaitu di Pengadilan Pidana Internasional di Den Haag, Belanda, tidak lagi berlaku.
Warga di Kabul, ibu kota Afghanistan, menyambut baik rencana Pemerintah Australia membawa para pelaku pembunuhan ke pengadilan. Namun, mereka terbelah saat ditanya di mana pada tersangka harus diadili.
"Mereka yang melakukan kejahatan serius semacam itu harus diadili oleh hukum di Afghanistan dan harus diberi hukuman yang adil," kata Abdul Mutahal, seorang warga Kabul.
Mohammad Isaaq Faiaz, imam aliran Syiah, mengatakan para tersangka "harus diadili di Australia dan keluarga para korban harus diberi kompensasi."