Ancaman Mendagri untuk Kepala Daerah yang Tak Patuhi Protokol Kesehatan
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020. Isinya, meminta kepala daerah untuk menjadi teladan mematuhi protokol kesehatan.
Hal ini merupakan respons pemerintah pusat dari sejumlah kegiatan kerumunan yang dibuat oleh masyarakat dan tidak ada tindakan pencegahan atau pembubaran oleh kepala daerah.
Ada sanksi yang bakal dijatuhkan kepada kepala daerah yang melanggar, paling berat berupa pemberhentian dari jabatannya. Hal ini, kata Tito, sesuai dengan Pasal 67 huruf b dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 67 huruf b berbunyi, kepala daerah wajib mentaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Pasal 78 berbunyi, kepala daerah berhenti karena tiga hal, yaitu meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan.
"Saya sampaikan kepada gubernur, bupati, dan wali kota untuk mengindahkan instruksi ini karena ada risiko. Kalau UU dilanggar dapat dilakukan pemberhentian," kata Tito dalam rapat bersama Komisi II DPR RI, Rabu, 18 November.
Lalu, apakah kepala daerah yang menjabat karena proses pemilihan umum bisa diberhentikan oleh pemerintah pusat begitu saja?
Menanggapi hal ini, pakar hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyebut Mendagri tidak berwenang memberhentikan kepala daerah dari jabatannya.
"Presiden maupun Mendagri tidak berwenang memberhentikan atau mencopot kepala daerah karena kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Tidak logis jika Mendagri menganggap dirinya bisa memberhentikan kepala daerah," kata Fickar saat dihubungi VOI, Kamis, 19 November.
Ultimatum Mendagri Tito atas pertaruhan jabatan kepala daerah ini, kata Fickar, menunjukkan ciri-ciri otoritarianisme yang bertentangan dengan demokrasi dan kehendak rakyat.
"Instruksi itu merupakan wujud arogansi seorang menteri terhadap para kepala daerah. Padahal bukan menteri atau presiden yang memilih kepala daerah karena hanya mengesahkan jabatan," ucap dia.
Baca juga:
- Instruksi Mendagri soal Penegakan Protokol Kesehatan COVID-19, Saksi Berat untuk Kepala Daerah yang Melanggar
- Jokowi Minta Tito Tegur Kepala Daerah yang Tak Terapkan Protokol Kesehatan
- Gubernur Sulsel Respons Instruksi Mendagri soal Sanksi Kepala Daerah Pelanggar Prokes: Menghukum Orang Ada Rambu-rambunya
Diprotes sejumlah gubernur
Ancaman Mendagri bakal mencopot kepala daerah yang abai protokol kesehatan menuai protes para gubernur. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menganggap kebijakan pencopotan jabatannya.
"Kebijakan pencopotan harus dilihat secara komprehensif. Karena begini, harus dilihat secara komprehensif adakah perilaku tercela dari kepala daerah yang melanggar hukum," kata Ridwan Kamil.
Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah juga merespons. Bagi Nurdin, instruksi Mendagri Tito harus diterjemahkan dengan arif dan bijaksana. Aturan terkait sanksi juga harus dilihat menyeluruh.
"Saya kira, kita harus melihat lebih arif lah, karena menghukum orang ada rambu-rambunya. Kecuali rambu-rambu itu dihilangkan dan dihapus, maka berubah. Makanya, pengambilan keputusan menghukum orang kita harus melihat dari awal. Proses kita lihat aturannya kira-kira yang bisa kita berikan," ucap Nurdin.