Eks Bupati Tabanan Bela Diri di Persidangan: Tak Ada Satu Saksi pun Yang Sebut Saya Minta Uang ke Kontraktor

DENPASAR - Bupati Tabanan Periode 2016–2021 Eka Wiryastuti saat membacakan nota pembelaannya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, Bali, Selasa, meyakini ia tidak terlibat kasus pengurusan suap Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan Tahun Anggaran 2018.

Dia mengatakan tidak pernah menyuruh mantan staf khususnya I Dewa Nyoman Wiratmaja menghubungi dua bekas pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan meminta alokasi DID Tabanan Tahun Anggaran 2018 ditambah.

“Tidak ada satu pun saksi yang menyatakan bahwa saya telah memerintahkan I Dewa Nyoman Wiratmaja meminta uang kepada para rekanan/kontraktor, dan memberi uang kepada Yaya Purnomo dan Rifa Surya untuk pengurusan DID,” kata Eka di persidangan dilansir ANTARA, Selasa, 16 Agustus.

Dewa Wiratmaja saat ini berstatus sebagai terdakwa kasus suap pengurusan DID Tabanan. Menurut dakwaan dan tuntutan Jaksa KPK di sidangsebelumnya, Dewa merupakan perantara Eka untuk menyuap Yaya Purnomo dan Rifa Surya yang saat kejadian merupakan pejabat di Kementerian Keuangan.

Yaya saat itu menjabat sebagai Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Kemenkeu, sementara Rifa Surya saat itu menjabat sebagai Kepala Seksi Dana Alokasi Khusus Fisik II Kemenkeu.

Eka di persidangan menegaskan meskipun Dewa saat itu berstatus sebagai staf khusus, dia bukan perwakilan bupati atau diri Eka pribadi.

Dia mengatakan Dewa sebatas staf yang memberi masukan kepada bupati terkait masalah-masalah ekonomi dan perpajakan. Namun pada beberapa hal, Dewa juga membantu Eka mengurus urusan pribadinya, termasuk urusan perceraian di Jakarta.

“Yang jelas, saya tidak pernah mengenalkan yang bersangkutan sebagai representatif (utusan/yang mewakili, red.) saya sebagai Bupati Tabanan,” kata Eka Wiryastuti.

Dalam nota pembelaannya, ia menyampaikan tuduhan suap yang disampaikan oleh jaksa dalam dakwaannya terkait pengurusan DID tidak berdasar karena alokasi DID diatur berdasarkan pencapaian kinerja pemerintah daerah.

“Sepengetahuan saya, DID bersifat murni berdasarkan pencapaian kinerja Tabanan. Dan pada 2016, Tabanan sudah mendapatkan reward (penghargaan) atas pencapaian kinerja dan perencanaan terbaik, yaitu Pangripta Nusantara (Perencanaan Terbaik se-Nusantara),” kata mantan Bupati Tabanan itu.

Sementara itu, Tim Penasihat Hukum Eka dalam nota pembelaannya menyampaikan seluruh dakwaan jaksa tidak terbukti karena menurut mereka tidak ada istilah representasi atau perwakilan dalam hukum pidana.

“Fakta persidangan tidak ada satu pun saksi yang menjelaskan perannya Bu Eka menyuruh apalagi menyuap (dua eks pejabat Kemenkeu),” kata Koordinator Tim Kuasa Hukum Eka, I Gede Wija Kusuma saat ditemui selepas persidangan.

Karena itu, tim penasihat hukum memohon kepada majelis hakim membebaskan Eka dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa.

Eka juga menyampaikan langsung permohonan itu.

“Kepada majelis hakim yang mulia, saya ingin menyampaikan bahwa saya murni hanya mengabdi dan berusaha terbaik untuk daerah,” kata mantan Bupati Tabanan itu yang terdengar menahan tangis saat membacakan pledoinya.

Jaksa pada persidangan sebelumnya menuntut kepada majelis hakim agar menghukum Eka penjara 4 tahun dan denda Rp110 juta atau ganti kurungan 3 bulan. Jaksa juga meminta majelis hakim mencabut hak politik Eka selama 5 tahun.

Dalam tuntutannya, jaksa yakin Eka bersalah melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana suap terhadap dua eks pejabat Kemenkeu untuk pengurusan alokasi DID Tabanan Tahun Anggaran 2018. Total nilai suap sebanyak Rp600 juta dan 55.300 dolar AS atau sekitar Rp1,4 miliar.