Perintahkan Anak Buahnya Koordinasi Soal TPPU Setya Novanto ke Polri, Nawawi KPK: Saya Minta Jawaban Besok Lusa!

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango meminta Deputi Koordinasi dan Supervisi Didik Agung Widjanarko berkoordinasi dengan Polri.

Langkah ini berkaitan pengusutan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.

Nawawi mengatakan kedeputian yang dipimpin Didik memang harus melakukan koordinasi dengan Polri. Alasannya, pengusutan ini bersinggungan karena KPK telah menangani kasus suap yang menjerat mantan politikus Partai Golkar itu.

"Soal TPPU yang disangkakan kepada Setya Novanto, saya minta juga ini ada (koordinasi, red). Karena di situ tugas kedeputian korsup, Pak Didik, ya," kata Nawawi kepada Didik yang mendampinginya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 11 Agustus.

Dia meminta anak buahnya mencari tahu sejauh mana pihak kepolisian mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang.

"Apakah perlu, apakah memang jalan di tempat atau seperti apa. Perlu tidaknya kita supervisi, pada tingkatan terakhir perlu tidaknya kita mengambil alih," 

"Karena memang tindak pidana korupsi yang pertama itu ditangani oleh KPK," tegas Nawawi.

Nawawi ingin seluruh pertanyaan itu bisa terjawab sesegera mungkin. Apalagi, dugaan TPPU itu disebut sudah diusut polisi sejak beberapa waktu lalu.

"Saya minta itu ada jawaban besok lusa dari Pak Deputi Korsup untuk pertanyaan yang disampaikan," ujarnya.

Beberapa waktu lalu, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta KPK mengambil alih penyidikan dugaan TPPU yang dilakukan Setya Novanto. Dia mengatakan, penyidikan ini mangkrak di Bareskrim Polri.

"Karena di Bareskrim tidak jalan lagi kasusnya, ini harus diambil alih KPK karena perkara pokok korupsi e-KTP itu ada di KPK," kata Boyamin.

Selain itu, KPK juga didesak untuk menambah tersangka baru dalam dugaan TPPU itu. Salah satu nama pihak yang dapat ditetapkan sebagai tersangka adalah pengusaha Made Oka Masagung.

Nama Made Oka muncul karena dia diduga membantu eks politikus Partai Golkar itu menyembunyikan uang hasil korupsi e-KTP dengan modus transaksi investasi di Singapura.

Sebagai informasi, Setya Novanto divonis hukuman penjara selama 15 tahun dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, dia diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar Amerika Serikat dikurangi Rp5 miliar yang telah dititipkan pada penyidik.

Vonis terhadap Setnov ini dijatuhkan karena dia terbukti menerima uang sebesar 7,3 juta dolar Amerika Serikat dari pengadaan proyek e-KTP yang berujung merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Selain itu, dia disebut mempengaruhi proses penganggaran, pengadaan barang dan jasa, serta proses lelang proyek.