Proyek Percontohan Pengembangan Sorgum Dimulai: Hasil Riset Membuktikan Tanaman Ini Kaya Manfaat
JAKARTA - Sejumlah negara menerbitkan kebijakan pelarangan ekspor komoditas pangan setelah harga pangan di pasar internasional terus melonjak akibat perang Rusia-Ukraina. Komoditas pangan ini tidak hanya sebatas sayur dan buah, tetapi juga makanan pokok seperti beras dan gandum.
Pada awal Mei 2022 saja, India memutuskan melarang ekspor gandum menyusul terjadinya gelombang panas yang kemungkinan besar akan menurunkan produksi gandum menjadi 105 juta ton untuk tahun fiskal 2022/2023. Lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang mencapai hingga 113,2 juta ton.
CNBC menyebut keputusan India untuk melarang ekspor gandum membuat harga langsung melesat 6 persen menjadi US$12,5 per bushel pada perdagangan medio Mei 2022. Harga gandum bahkan mencat rekor tertingginya selama 14 tahun terakhir pada 17 Mei 2022 ke US$12,8 per bushel.
Dampak ini jelas sudah diperkirakan. Selain Rusia, Ukraina, dan China, India juga termasuk eksportir gandum terbesar dunia. India dan China bisa berkontribusi memenuhi 30 persen gandum penduduk dunia.
Atas dasar itulah, pemerintah memutuskan untuk mengembangkan tanaman pengganti gandum seperti sagu dan singkong. Pemerintah pun saat ini tengah bersiap memulai proyek percontohan pengembangan sorgum.
“Bapak Presiden Joko Widodo meminta agar dibuatkan roadmap sampai 2024. Presiden juga meminta Kabupaten Waingapu di Provinsi Nusa Tenggara Timur diprioritaskan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers usai rapat internal dengan Presiden di Istana Negara, Kamis (4/8).
Hingga Juni 2022, realisasi luas tanam sorgum adalah 4.355 hektare yang tersebar di 6 provinsi. Luas tanam sorgum tersebut memiliki perkiraan produksi sebesar 15.243 ton atau dengan produktivitas 3,63 ton/hektare.
Lalu, berdasar roadmap, target pengembangan pada 2023 luas tanam bertambah hingga 30.000 hektar yang tersebar di 17 provinsi dengan produksi sebesar 115.848 ton, asumsi provitas 4 ton/hektare. Tahun berikutnya meningkat lagi hingga 40.000 hektare dengan produksi sebesar 154.464 ton.
Menciptakan Ekosistem
Proyek Percontohan tersebut, kata Airlangga terintegrasi juga dengan offtaker sehingga tercipta ekosistem yang baik. Salah satu offtaker yang dipertimbangkan pemerintah adalah industri pakan ternak dimana industri pakan ternak bahan bakunya 50 persen jagung dan 50 persen protein lain. Tentu protein lain ini salah satunya adalah sorgum yang juga bisa dijadikan untuk offtake pakan ternak.
“Terkait offtaker, sudah ada 8 industri kecil dan menengah yang selama ini menjadi tradisional market dari sorgum. Ke depannya, offtaker untuk industri tersebut akan dibangun sesuai dengan jumlah lahan yang diperluas,” imbuhnya.
Saat ini, tambah Airlangga, Presiden Jokowi sudah menugaskan sejumlah kementerian untuk menyukseskan proyek percontohan tersebut, yakni Kementerian Pertanian menyiapkan alsintan dan menyiapkan ternak sehingga ekosistem sorgum dapat terbentuk di Kabupaten Waingapu, Nusa Tenggara Timur.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mempersiapkan roadmap. Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM menyiapkan pengembangan bioetanol.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mempersiapkan kebutuhan air dalam bentuk irigasi ataupun embung di wilayah klaster pertama yang dicoba yakni di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Jokowi pun berharap Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dapat terus mengembangkan varietas sorgum.
“Dalam klaster pertama diharapkan dalam 100 hari bisa dievaluasi karena tanaman ini adalah tanaman yang sifatnya tiga bulanan. Seluruhnya perlu dipersiapkan agar kita punya substitusi dan diversifikasi dari produk tersebut,” ucap Airlangga.
Tiga Varietas Unggulan
Menurut Bapak Sorgum Indonesia, Jenderal Moeldoko, institusi riset tenaga nuklir di bawah naungan BRIN sejauh ini sudah mengembangkan tiga varietas benih sorgum unggulan, yakni Pahat (Pangan sehat Samurai 1 dan Samurai 2). Hasil penelitian BRIN bahkan sudah banyak digunakan oleh petani di Afrika.
“Ada hasil penelitian yang bisa meningkatkan usia produktivitas sorgum dari biasanya dipanen setelah 90 hari menjadi bisa dipanen setelah 70 hari, bahkan hasil panen yang biasanya 3 ton per hektar dengan teknologi bisa dikembangkan menjadi 7-8 ton per hektar,” kata pria yang menjabat juga sebagai Kepala Staf Kepresidenan kepada VOI.
Tanaman sorgum memang memiliki potensi besar sebagai nilai industri. Kerap disebut sebagai produk pertanian yang zero waste. Dalam jurnal bertajuk Preservation of Potential Fermentables in Sweet Sorgum yang ditulis oleh James C. Linden, tanaman asli Ethiopia, Afrika Timur, ini merupakan jenis tanaman serealia dengan kandungan nutrisi tinggi dan dapat tumbuh di tanah yang tidak subur.
Selama ini sorgum dimanfaatkan bijinya sebagai bahan olahan makanan, lalu nira hasil perasan batang sorgum dapat dibuat sirup, atau sumber bahan bakar bioethanol. Sementara ampas batang dan daun dapat digunakan sebagai pakan ternak.
Berdasar hasil riset pula, limbah batang sorgum bekas bisa diolah menjadi produk yang memiliki nilai tambah. Seperti yang diungkapkan Sukma Surya Kusumah, seperti dilansir dari risetpro.brin.
Kepala Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini berhasil mengolah limbah sorgum berupa batang pohon yang telah diperas atau bagas menjadi papan komposit sebagai bahan baku furnitur.
Pengembangan papan komposit dari bagas sorgum ini bahkan sudah dipublikasikan ke dalam tiga jurnal internasional. Agar hasil penelitiannya ini tidak ditiru orang lain, Sukma telah mematenkan penemuannya pada 2018.
“Metode ini juga sedang diaplikasikan untuk membuat genting tahan gempa. Genting tahan gempa ini juga masuk ke dalam Prioritas Riset Nasional 2020-2024 dan sedang dilakukan penjajakan dengan mitra industri pembuat genting untuk hilirisasinya,” tandas Sukma.
Baca juga:
- Kasus Temuan 3,4 Ton Beras Dipendam di Depok: Belum Tuntas Kok Malah Ditutup?
- Strategi Indonesia Bergerak di Antara Amerika Serikat dan China: Menyikapi Kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan
- Seragam Baru Kementerian ATR BPN: Percuma Jika Tongkat Komando dan Baret Tak Mampu untuk Gebuk Mafia Tanah
- Lima Pemilu Terakhir Kuota 30 Persen Keterwakilan Perempuan di Ranah Politik Tak Pernah Terpenuhi, 2024 Seharusnya Bisa