Monitor Kasus Brigadir J, Komisi III DPR Minta Polri Hormati Hak Keluarga Brigadir J untuk Autopsi Ulang

JAKARTA - Komisi III DPR terus memonitor penanganan kasus baku tembak yang menewaskan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani mengaku menghormati hak keluarga Brigadir J yang menduga menemukan kejanggalan terhadap jenazah ajudan Ferdy Sambo itu sehingga meminta autopsi ulang.

"Kita hormati hak keluarga mendiang Brigadir J untuk mencari dan memperoleh keadilan atas peristiwa yang menimpa Brigadir J," ujar Arsul kepada wartawan, Rabu, 20 Juli.

Namun, Arsul memberikan imbauan kepada publik agar tidak berspekulasi sendiri hanya dengan mendengar atau membaca dari keterangan masing-masing pihak terkait.

"Publik perlu bersabar untuk tidak menyimpulkan sendiri-sendiri, sehingga berkembang hal-hal yang belum terselidiki secara tuntas," kata Arsul

Menurut Wakil Ketua MPR itu, tim khusus yang dibentuk Kapolri baik internal maupun Komnas HAM serta pihak terkait lainnya yang terlibat dalam pengungkapan fakta polisi tembak polisi itu, juga harus mendengarkan keterangan sekaligus menghormati hak dari keluarga Brigadir J.

"Tim Polri, Komnas HAM maupun Kompolnas perlu mendengar dan mengkaji semua keterangan dan penjelasan, termasuk yang datang dari keluarga," jelas Arsul.

Sebab, tambah Arsul, keterangan yang berbeda dari pihak keluarga dan kepolisian itu harus dibuktikan kebenarannya. Politikus PPP itu berharap penanganan kasus ini bisa cepat terselesaikan.

"Keterangan-keterangan yang berbeda-beda itu menjadi tugas tim di bawah tanggung jawab Wakapolri, juga tim Komnas HAM serta Kompolnas untuk memverifikasinya berdasarkan proses penyelidikan yang mereka jalankan," kata Arsul.

Sementara itu, Polri juga memperbolehkan pihak keluarga Brigadir J untuk menentukan sendiri dokter forensik guna kepentingan proses autopsi terkait kasus penembakan di rumah dinas Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkapkan, hal tersebut diperbolehkan lantaran Polri menghargai ekshumasi atau penggalian mayat atau pembongkaran kubur yang dilakukan demi keadilan oleh yang berwenang dan berkepentingan. Selanjutnya, mayat tersebut diperiksa secara ilmu kedokteran forensik.

"Boleh, boleh karena ekshumasi itu kan demi keadilan. Demi keadilan kan orang expert di bidangnya dari kedokteran forensik itu kan sudah memiliki," kata Dedi kepada wartawan, Jakarta, Rabu, 20 Juli.

Hal itu, kata Dedi, sebagaimana semangat untuk mengedepankan transparansi dan objektivitas dalam mengusut tuntas perkara penembakan Brigadir J.

"Dalam rangka untuk menjaga transparansi dan akuntabel boleh kita mengambil dari ahli forensik dari universitas yang kredibel juga untuk bersama sama menyaksikan proses tersebut dan juga kita sama sama dan pihak pengacara menyaksikan. Jadi kita akan terbuka semaksimal mungkin dalam proses penyidikan," kata Dedi.