Kadin: Baik Trump maupun Biden, Sama-Sama Punya Dampak Negatif pada Dunia Usaha
JAKARTA - Pengusaha Indonesia tengah menantikan kepastian pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) AS, antara Donald Trump dan Joe Biden. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, masing-masing punya nilai plus dan minus terhadap ekonomi Tanah Air.
Yang jelas, menurut Shinta, Indonesia perlu bersiap menghadapi tantangan baru usai hasil resmi Pemilu AS muncul. Kedua kandidat dinilainya masih punya peluang memberikan dampak positif terhadap kinerja perdagangan Indonesia.
"Kami tidak bisa bilang bahwa Pemerintahan Trump atau Biden, presiden dari Partai Demokrat atau Republik lebih baik atau lebih buruk untuk Indonesia dan pelaku usaha Indonesia," kata Shinta dalam keterangan yang diterima VOI, Kamis 5 November.
Siapapun yang terpilih nantinya, AS tetaplah negara adikuasa yang kebijakannya sudah pasti akan memengaruhi ekonomi di seluruh dunia. Hanya saja, kata Shinta, kedua kandidat punya gaya berbeda dalam membuat kebijakan, sehingga ini perlu diantisipasi agar terus memberikan benefit bagi Indonesia.
"Gaya mereka berdua berbeda, dan efek kebijakannya juga berbeda. Kita harus fleksibel menyesuaikan diri, baik melalui daya tarik iklim usaha dan investasi dalam negeri maupun melalui lobby, agar benefit dari kebijakan Presiden AS tetap ada di pihak Indonesia," paparnya.
Berbicara soal Trump, Shinta menjelaskan, gaya kepemimpinan sang petahana sejauh ini berdampak positif terutama dalam hal kesepakatan-kesepakatan bilateral. Hal ini tentu bisa dimanfaatkan Indonesia untuk menjadi mitra perdagangan AS dan menciptakan kesepakatan baru yang lebih cepat.
"Trump memberikan peluang bagi Indonesia untuk melakukan lobby dan menciptakan deal-deal perdagangan atau investasi bilateral. Hal ini, hampir tidak mungkin bisa kita ciptakan bila Presidennya bukan Trump," ujar Shinta.
Baca juga:
Namun di sisi lain, Trump adalah sosok Presiden yang bergerak berdasarkan sentimennya sendiri. Jadi, jika pada negara yang tidak ia sukai, akan berdampak kepada kemitraan dengan AS sendiri, China contohnya.
"Indonesia juga pernah terkena dampaknya seperti dilakukan review kemitraan hingga dua kali terkait akses pasar untuk mempertahankan Generalize System of Preference (GSP). Karena kebijakan Trump juga, mekanisme Dispute Settlement di WTO (appellate body) menjadi tidak berfungsi sehingga kasus-kasus yang ingin kita menangkan melalui WTO pun sulit punya progres yang cepat," paparnya.
Sementara jika Biden yang menang Pilpres AS, Shinta menuturkan, juga akan punya dampak negatif terutama penekanan pada fair trade dari kandidat Partai Demokrat tersebut. Kasus-kasus trade remedies yang dilakukan AS secara bilateral maupun multilateral terhadap Indonesia kemungkinan bisa meningkat.
"Ini bisa mengancam bahkan mematikan ekspor unggulan nasional bila kita kalah. Contoh saja kekalahan Indonesia terkait sengketa kebijakan impor hortikultura Indonesia yang diprotes AS di WTO, atau putusan anti-dumping dan anti-subsidi AS terhadap biofuel Indonesia yang menyebabkan kita tidak lagi kompetitif untuk mengekspor biofuel ke AS sejak 2-3 tahun lalu," pungkasnya.