ICJR Temukan 4 Masalah pada Tuntutan Jerinx Terkait 'IDI Kacung WHO'
JAKARTA - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai tuntutan yang diajukan kepada I Gede Ary Astina alias Jerinx, yaitu tiga tahun penjara dan denda Rp10 juta subsider tiga bulan kurungan bermasalah.
Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu bahkan menyebut ada empat permasalahan ditemukan dalam perkara yang berawal dari postingan Jerinx di akun Instagramnya @jrxsid, yang salah satunya menyebut 'IDI Kacung WHO'.
Permasalahan pertama, Erasmus menyebut jaksa penuntut umum (JPU) melakukan kesalahan dalam membuktikan unsur kesengajaan. Jika dalam dakwaan, JPU menggunakan Pasal 28 jo Pasal 45A ayat 2 UU ITE jo Pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHP namun dalam uraiannya jaksa penuntut justru mengaitkannya dengan Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 45 ayat 3 UU ITE tentang penghinaan dan pencemaran nama baik.
"Ini adalah kesalahan mendasar dalam suatu tuntutan karena unsur kesengajaan justru tidak dikaitkan dengan perbuatan yang dituntut. Catatan penting, unsur kesengajaan adalah unsur yang krusial dalam pembuktian kasus ujaran kebencian," kata Erasmus dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan yang dikutip Kamis, 4 November.
Kedua, dia menilai jaksa penuntut dalam kasus ini tak bisa membedakan antara penghinaan atau pencemaran nama baik dengan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian maupun permusuhan individu. Selanjutnya, Erasmus menilai, jaksa penuntut telah melakukan kesalahan karena menganggap seakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) adalah pihak yang dilindungi dengan pasal ujaran kebencian.
Menurutnya, pasal ujaran kebencian ini sebenarnya ditujukan untuk melindungi orang, kelompok, maupun komunitas dari tindakan diskriminatif dan hal ini berbeda dengan kritik terhadap sebuah institusi. Erasmus mengatakan, seorang tokoh publik maupun organisasi adalah subjek yang memang kerap menerima kritik dari oposisi. Sehingga, sudah seharusnya sebagai negara demokratis, kritik seperti yang disampaikan oleh Jerinx tersebut tidak dilarang.
"IDI bukan kelompok yang tidak bisa dikritik. Pernyataan Jerinx harus dipisahkan dengan narasi kehormatan dokter, ketersinggungan dokter. Karena pernyataan itu berkaitan dengan kebijakan yang mengandung aspek kepentingan umum dan hal tersebut tak berkaitan dengan perasaan dokter secara individual," tegasnya.
Permasalah terakhir, jaksa penuntut dianggap tak menguraikan perkara ini secara komperhensif mengenai pernyataan Jerinx yang menyebut 'IDI Kacung WHO'. "Apakah yang diutarakan jerinx benar ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan, dengan berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA," ungkap Erasmus.
Dengan begitu, lanjut dia, setidaknya ada enam hal yang harus dibuktikan untuk memastikan ujaran Jerinx tersebut termasuk ke dalam ujaran kebencian seperti konteks dalam ekspresi; posisi dan status individu yang menyampaikan ekspresi tersebut; niat dari penyampaian ekspresi untuk mengadvokasikan kebencian dan menghasut; kekuatan muatan dari ekspresi; jangkauan dan dampak ekspresi terhadap audiens; dan kemungkinan dan potensi bahaya yang mengancam atas disampaikannya ekspresi.
Jika memang ekspresi yang disampaikan Jerinx kemudian dianggap provokatif, Erasmus menilai, hal itu tak masalah. Karena IDI bukanlah kelompok yang harus dilindungi dari perbuatan SARA melainkan kelompok profesi yang harusnya bisa dikritik.
ICJR lantas menyebut penahanan dan tuntutan penjara pada Jerinx adalah bentuk kemunduran bagi negara demokrasi seperti Indonesia. Karena, saran dari Jerinx yang merupakan musisi lantang mengkritisi pemerintah sepatutnya dapat didengar untuk kemudian ditimbang.Apalagi, hal yang disampaikannya itu adalah ekspresi yang sah dan bermuatan kepentingan publik.
"Jika Jerinx atas kritiknya bisa dipenjara maka bukan hal yang tidak mungkin kritik-kritik lain yang merupakan ekspresi sah bisa dipidana," katanya
[see_also]
- https://voi.id/berita/13535/ketokohan-di-sid-diungkit-jerinx-didakwa-sebarkan-kebencian-terhadap-idi
- https://voi.id/berita/16904/jerinx-duga-ada-permainan-siapa-pemesan-pasal-ujaran-kebencian
- https://voi.id/berita/13535/ketokohan-di-sid-diungkit-jerinx-didakwa-sebarkan-kebencian-terhadap-idi
[/see_also]
Sebelumnya, musisi I Gede Ari Astina atau dikenal Jerinx dituntut 3 tahun penjara dan denda Rp10 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus ujaran kebencian. Jerinx lantas mempertanyakan pihak yang ingin memenjarakannya.
"JPU menuntut 3 tahun jadi saya makin lucu ngelihatnya,” kata Jerinx usai sidang tuntutan di Denpasar, Selasa, 3 November.
"Jadi siapa yang ingin memenjarakan saya ini. Saya ingin tahu orangnya siapa yang ingin memenjarakan saya dan ingin memisahkan dengan istri saya?” lanjut drummer Superman Is Dead (SID) ini.
Jaksa dalam surat tuntutannya mengatakan Jerinx terbukti menyebarkan ujaran kebencian dengan cara memposting dalam akun Instagram dengan kata-kata dan kalimat narasi ujaran kebencian terhadap Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Jerinx disebut jaksa terbukti melakukan pidana Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 UU ITE.
“Bahwa terdakwa I Gede Ari Astina alias Jerinx telah terbukti secara meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku agama ras dan antar golongan yang dilakukan secara berlanjut,” kata jaksa dalam sidang tuntutan Jerinx.
Ada dua postingan Jerinx pada akun @jrxsid yang dipersoalkan yakni postingan tanggal 13 Juni dan 15 Juni. Jerinx menurut jaksa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat yakni kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Bali.
“Gara-gara bangga jadi kacung WHO, IDI dan RS seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan dites CV19. Sudah banyak bukti jika hasil tes sering ngawur kenapa dipaksakan? Kalau hasil tes-nya bikin stres dan menyebabkan kematian pada bayi/ibunya, siapa yang tanggung jawab".
Sementara postingan kedua pada 15 Juni, berbunyi: 'tahun 2018 ada 21 dokter yang meninggal, ini yang terpantau oleh media saja ya, sayang ada konspirasi busuk yang mendramatisir situasi seolah dokter meninggal hanya tahun ini agar masyarakat ketakutan berlebihan terhadap COVID-19. Saya tahu dari mana? silakan salin semua link yang ada di foto, post di FB/IG anda, lalu lihat apa yang terjadi. masih bilang COVID-19 bukan konspirasi? Wake the fuck up Indonesia.'