Pemisahan Kursi Pria dan Wanita di Dalam Angkot, Pengamat: Memfasilitasi Kekerasan Seksual Pasangan Sejenis
JAKARTA - Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta akan melakukan pengaturan tempat duduk antara penumpang wanita dan pria. Nantinya, tempat duduk di dalam angkutan umum (angkot) untuk penumpang wanita dan pria akan dipisahkan agar kejadian pelecehan seksual di angkot tidak terulang lagi.
Kebijakan tersebut buntut dari viralnya pelecehan seksual yang kembali terjadi di dalam angkutan umum, yakni di angkot jurusan M-44 rute Tebet - Kuningan. Korban merupakan seorang karyawati.
Namun kebijakan pola pengaturan tempat duduk yang akan dilakukan Dishub DKI Jakarta justru kembali dikritisi oleh Analis Kebijakan Transportasi, Azas Tigor Nainggolan.
Menurut Azas Tigor, kebijakan seperti itu justru akan menimbulkan permasalahan pelecehan seksual yang baru.
"Kebijakan seperti ini justru memfasilitasi kekerasan seksual atau pelecehan seksual sejenis. Bahaya dong," tegasnya saat dikonfirmasi VOI, Senin, 11 Juli.
Azas Tigor menjelaskan, seharusnya Pemprov DKI Jakarta mendorong kebijakan layanan transportasi umum yang ramah dan aman bagi anak serta orang dewasa yang rentan dari tindakan seksual dan pelecehan seksual.
"Pemprov DKI harus mendorong para pelaku usaha layanan transportasi umum agar membuat dan memfasilitasi kebijakan tersebut dalam layanannya," katanya.
Baca juga:
Menurut Amnesty International, sambungnya, kekerasan seksual, terutama pemerkosaan telah termasuk ke dalam pelanggaran hak asasi manusia berat.
Jadi tindakan kekerasan seksual, kata Azas, termasuk pelecehan seksual harus ditangani secara sistematis terorganisir agar bisa memutus mata rantai dan selanjutnya mencegah terjadinya kembali kejahatan kekerasan seksual. Kewajiban masyarakat melaporkan pelaku pelecehan seksual diatur secara hukum.
Pemerintah terkait dengan perlindungan korban kekerasan seksual di angkutan umum segera mengeluarkan regulasi perlindungan.
Sejatinya, dikatakan Azas Tigor, Kementerian Perhubungan, Kementerian PPPA, Kementerian BUMN, Kepolisian, Masyarakat atau Pakar dan Asosiasi Pengusaha Transportasi Publik serta stakeholder lainnya menyusun langkah kongkrit untuk membangun layanan transportasi publik yang aman dan nyaman bagi penggunanya agar tidak alami tindakan kekerasan seksual juga pelecehan seksual.
"Melalui regulasi ini dilakukan pengawasan layanan transportasi publik yang menjamin penggunanya agar aman dan nyaman, tidak terjadi tindakan kekerasan seksual dan pelecehan seksual di transportasi publik," ujarnya.