Petenis Muslim Tunisia Catat Sejarah di Wimbledon, Jadi Wanita Afrika-Arab Pertama yang Mencapai Final

JAKARTA - Petenis muslim Tunisia, Ons Jabeur, mencatatkan namanya dalam buku sejarah Wimbledon. Dia menjadi petenis Afrika-Arab pertama yang mencapai babak final Wimbledon.

Tiket ke final diraih setelah mengalahkan Tajtana Maria, Kamis, 7 Juli. Kemenangan yang disambut pelatih Jabeur, Issam Jellali, bersama 15.000 penonton yang bersorak.

Jabeur hanya tersenyum saat dia mengakhiri laju luar biasa Maria dengan kemenangan 6-2, 3-6, 6-1.

Menjelang pertandingan, Jabeur bersumpah "pelukan di akhir akan luar biasa" dan dia tidak salah. Kedua petenis saling berpegangan di net untuk waktu yang lama, sambil berbisik ke telinga masing-masing.

Dengan sorak-sorai yang masih terdengar di sekitar Centre Court, Jabeur menarik Maria ke sisi lapangan dan bergabung dalam tepuk tangan untuk memberi hormat kepada petenis berusia 34 tahun yang menjadi pertama kalinya seorang ibu dua anak di semifinal Wimbledon setelah Margaret Court pada 1975.

"Saya tidak tahu harus berkata apa. Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan dari kerja keras dan pengorbanan selama bertahun-tahun. Saya senang itu terbayar dan saya akan melanjutkan untuk satu pertandingan lagi," kata Jabeur, dikutip Antara dari Reuters.

"Lebih sulit berlari untuk mendapatkan bolanya. Dia harus membuatkan saya barbekyu sekarang untuk semua lari yang saya lakukan di lapangan!"

"Saya ingin berbagi momen dengannya di akhir karena dia adalah inspirasi bagi banyak orang termasuk saya, kembali setelah memiliki dua bayi, saya tidak percaya bagaimana dia melakukannya. Secara fisik Tatjana adalah binatang buas, dia tidak menyerah," ujarnya menambahkan.

Sebelum para pemain melangkah ke lapangan, petenis hebat sepanjang masa Billie Jean King mengatakan Jabeur menggunakan tenis sebagai platform untuk membantu Tunisia, membantu Afrika dan membantu orang-orang Arab.

Petenis Tunisia itu melakukan hal itu saat dia mengalahkan Maria untuk pertama kalinya di pertandingan level tur major.

"Saya seorang wanita Tunisia bangga berdiri di sini hari ini. Saya tahu di Tunisia mereka akan gila sekarang," kata unggulan ketiga yang sampai pekan ini belum pernah melewati delapan besar di turnamen major.

"Saya hanya mencoba menginspirasi sebanyak yang saya bisa. Saya ingin melihat lebih banyak pemain Arab dan Afrika dalam tur, saya menyukai permainan ini dan saya ingin berbagi pengalaman dengan mereka."

"Saya melihat beberapa junior bermain di sana dan saya berharap untuk melihat mereka di sini di Centre Court suatu hari nanti," sambungnya lagi.

Sementara Jabeur yang berusia 27 tahun berusaha untuk menginspirasi, Maria ingin menunjukkan kepada kedua putrinya tidak ada kata terlambat untuk mengejar impian.

Keduanya menonton sang ibu yang dipaksa menyelamatkan tiga break point di gim pembuka. Namun, petenis Jerman peringkat 103 itu tidak mampu memperpanjang perlawanan tersebut.

Dia kehilangan servis pada gim ketiga dan ketujuh sebelum Jabeur mengunci set pembuka ketika pukulan backhand Maria melambung.

Meski begitu, Maria menolak memberikan kemenangan secara mudah kepada lawan yang dia sebut "keluarga". Dia mematahkan servis untuk memimpin 3-1 di set kedua dan mempertahankan keunggulan itu untuk menyamakan kedudukan.

Namun, Jabeur akhirnya mampu mengatasi lawannya pada set ketiga dan mengantongi poin terpenting dalam kariernya hingga saat ini ketika pukulan forehand Maria menyangkut ke net.